Cerita Sebelumnya:  Istri Saya Seorang Parakang IX

Cermis.id- Aru berhasil meloloskan diri dari rumah tempat dia disekap. Tidak ada yang menyangka dia bisa pergi dari rumah itu, bahkan dirinya sendiri tak menyangka bisa melakukannya. Apa yang dia lakukan hanya memperbaiki paringerrang (ingatannya). Lalu, ia membaca satu baca-baca (mantra) yang telah lama dipakainya untuk menyelamatkan diri. Ia meraplkan mantra itu dengan cara menahan napas. Beberapa saat kemudian, ia telah berada di tengah hutan.

Aru terus berjalan menyusuri hutan, ia harus sampai sebelum malam tiba. Dia samasekali tak tahu jalan selain mengikuti arah matahari. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aru terus berjalan hingga mampu menggapai jalan raya besar. Melihat asap kendaraan, Aru seperti menemukan kehidupan baru.

Ia lalu meminta pertolongan kepada siapapun yang ditemuinya. Namun, setiap orang yang ditemui oleh Aru justru membisu. Mereka seperti tidak menemukan keberadaannya. Debar dijantungnya semakin kencang. Aru khawatir, ia sedang memasuki dunia lain lagi atau sang penumbal telah menghapus pandangan orang-orang atas dirinya.

Kekhawatiran Aru semakin besar ketika melihat tubuhnya semakin lemah, sementara bayi dalam perutnya harus dia lindungi. Tanpa berpikir panjang, Aru memasuki warung, mengambil satu gelas susu dari lemari pendingin. Tak ada satupun yang melihatnya sampai suatu waktu dia bertemu dengan seorang pemuda. Dan pemuda itu adalah Bajo. Hanya Bajo yang bisa melihatnya tapi saat pertemuan dengan Bajo itu, Mapta tak ada di sana.

Bajo sesungguhnya belum pernah bertemu dengan Aru sebelumnya. Akan tetapi, penampakan Aru tidak biasa dengan orang-orang di sekitarnya. Aura yang dikeluarkarkan tubuh Aru tak biasa. Dari situ, Bajo bisa menebak, bahwa perempuan yang sedang mencuri susu itu adalah istri Mapta, apalagi ketika melihat perutnya yang membuncit. Bajo yakin perempuan tersebut Aru dan di dalamnya ada bayi yang harus diselamatkan.

"Bagaimana bisa orang-orang tidak bisa melihat saya dan hanya kamu yang bisa? Siapa dirimu sebenarnya?

"Tidak penting siapa aku, tapi di sini bukan dunia kita. Kita harus segera pergi dari desa ini. Tak ada yang bisa menjamin keselamatan kita di sini. Kita sudah berjalan terlalu jauh, Aru"

"Loh, kenapa kamu bisa tahu nama saya?"

"Iya, nanti saya ceritakan. Sebelum malam tiba kita harus pergi dari desa ini. Mapta, suamimu telah pergi. Tadi, saya bersamanya. Dia tidak yakin, kau ada di sini karena dia ingin segera menemukanmu. Dia tidak bisa menolong pikirannya sendiri, akhirnya perkiraannya salah. Saya masih yakin, kau ada di desa ini, jadi saya pamit kepada Mapta untuk terus mencarimu di sini dan ku biarkan dia pergi, kalau ikut dia akan mengamncam keselamatan kita karena tubuhnya sedang sakit."

"Kalau seperti itu, saya tidak akan ikut denganmu juga. Saya tidak mungkin menemui Mapta. Saya takut."

"Justru dia ingin menyelamatkanmu. Kembalilah."