Jelangkung dan Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut
Cermis.id - Cerita ini berdasarkan kisah nyata, yang dialami langsung oleh adikku, Yayak, beberapa tahun lalu. Waktu itu sehari menjelang Hari Raya Idul Adha, tepatnya malam lebaran.
Seperti beberapa kampung lain di Yogyakarta, di kampungku juga ada lokasi khusus untuk penyimpanan hewan kurban yang akan disembelih. Lokasinya terletak tidak jauh dari surau.
Saat malam lebaran, lokasi itu dipenuhi oleh warga, baik yang akan bertakbir maupun yang sekadar ingin melihat hewan kurban untuk esok hari.
Beberapa pemuda, termasuk Yayak, bertugas menjaga hewan-hewan itu agar tidak kekurangan makanan atau tidak terlepas dari tambatannya.
Untuk mengisi waktu dan mengusir kejenuhan, Yayak dan beberapa temannya bermain jalangkung. Sebenarnya Yayak bukan orang yang percaya bahwa jalangkung atau arwah bisa dipanggil.
Setelah beberapa kali memanggil, jalangkung itu tidak juga hidup atau bergerak. Yayak dan tiga temannya lalu tertawa bersama, karena mereka menganggap melakukan hal konyol. Terlebih lokasinya tidak jauh dari surau.
"Tidak lama datang temanku, namanya Jono. Nah, Jono ini memang sering kesurupan, apalagi kalau ada jatilan (kesenian kuda lumping khas Yogyakarta)," ucap Yayak menceritakan kejadian saat itu.
Ya, Jono memang kerap bertingkah aneh. Terkadang dia berbicara sendiri, terkadang saat duduk, dia bergeser sedikit, seolah-olah memberikan tempat untuk seseorang, atau tepatnya sesuatu yang tidak terlihat.
Malam itu, seperti biasa, Jono mengenakan pakaian serba hitam, meski saat itu dia sedikit lebih rapi. Gelang akar bahar di pergelangan tangan kirinya membuatnya terlihat seperti dukun. Untung saja tubuhnya kecil dan kerempeng, sehingga tidak tampak sangar.
Jono lalu duduk di dekat Yayak dan teman lainnya. Tiba-tiba Jono berdiri saat melihat uba rampe dan peralatan pemanggil arwah. Matanya berbinar dan jemarinya cepat meraih salah satu alat.
"Tadi ada yang main jalangkung? Pasti arwahnya tidak datang," ucapnya. Cara kalian bermain salah. Arwah dan jin itu punya nama, sama seperti kalian. Harus disebut namanya supaya arwahnya datang," lanjutnya sembari kembali mengatur peralatan, dan mengajak kembali bermain.
Yayak terdiam sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. Sejujurnya, walaupun aku juga tidak percaya hal seperti itu, tapi aku penasaran dengan nama arwah atau jin yang harus disebut.
"Sudah deh. Saya tidak mau sebut itu nama. Saya trauma dengan kejadian malam itu," kata Yayak.
Jangan Sebut Namanya
Tapi aku memaksanya untuk menyebut nama itu. Dia berkeras tidak mau, karena waktu itu arwah yang memasuki jalangkung, sempat mengikutinya selama sepekan.
Akhirnya aku mengalah. Aku memintanya untuk menuliskan nama arwah atau jin tersebut. Tapi bujukanku tidak mempan. Untuk menulis nama itu pun Yayak tidak berani, karena kata Jono, arwah itu akan datang meskipun namanya disebut dalam hati.
Melihatku penasaran, akhirnya Yayak mengambil secarik kertas dan pulpen. Dia menulis dua bait puisi pada kertas itu.
Nanti pasti akan kembali
Yang dulu hanyut di kali
Alurnya berjejak pada asa
Ingatkan bara dalam rasa
Dua matahari menyatu
Enyahkan gulita rindu membatu
Rebah dalam peraduan
Bersama cinta dipadukan
Amarah tak buatnya memerah
Lagukan bait di hari yang cerah
Alunkan rindu dalam gerah
"Sudah itu saja kau baca. Itu namanya, saya tidak mau tulis langsung. Baca huruf pertama tiap baris, dibaca ke bawah," lanjutnya.
"NYAI DERBALA," ucapku mengeja.
Sontak Yayak berdiri. Dia terlihat khawatir bercampur marah. Tatapannya tajam ke arahku. "Kenapa dipanggil? saya sudah tidak mau sebut namanya, kau malah panggil dia," cerocosnya.
Suasana hening. Sekilas aku melihat cahaya berkelebat di balik jendela. Aku merasa menjadi lebih segar. Tapi tidak ada yang terjadi setelah nama itu kusebut. Kursi dan meja tetap berada di tempatnya, kain gordyn juga tidak bergoyang seperti di film-film horor, bahkan bau wangi atau busuk pun tidak ada.
Aku tersenyum dan mencibir. Menurutku, tidak ada yang istimewa setelah nama itu aku sebut. Yayak masih menatapku, seolah khawatir akan terjadi sesuatu padaku.
"Tidak ada apa-apa. Mungkin dia tidak dengar namanya disebut... Jadi bagaimana kelanjutan ceritamu?," tanyaku padanya.
Dia mulai sedikit lebih tenang dan kembali duduk, meski raut khawatir masih terlihat pada wajahnya. Yayak melanjutkan ceritanya.
Memanggil Tanpa Memulangkan
Kata dia, saat Jono datang dan kembali mengajak mereka bermain memanggil arwah, tidak ada sesuatu yang aneh terjadi. Tidak ada angin yang meniup dedaunan pohon di sekitar surau, pun tidak ada hawa dingin, kecuali jalangkung yang mulai bergerak.
Kebetulan waktu itu, Yayak yang bertugas memegang jalangkung, sehingga dia merasakan jalangkung itu menjadi sedikit lebih berat dan bergerak -gerak.
Awalnya Yayak dan seorang teman lain yang memegang jalangkung itu, tidak percaya bahwa arwah yang dipanggil telah datang. Tetapi, Jono sama sekali tidak menyentuh jalangkung. Itu berarti jalangkung bergerak bukan karena digerakkan oleh Jono.
Tiba-tiba beberapa anak dan ibu-ibu berteriak. Beberapa pemuda terlihat berlari dari lokasi penyimpanan hewan kurban. Ternyata seekor sapi terlepas dari tambatannya dan lari.
Spontan Yayak melepaskan pegangannya pada jalangkung dan ikut mengejar sapi yang terlepas. Beberapa temannya juga tak kalah sigap. Hanya Jono yang tinggal di tempat memanggil arwah tersebut.
"Yak... Jangan dilepas, pulangkan dulu ke alamnya," kata Jono mencoba memanggil Yayak yang sudah berjarak cukup jauh.
Yayak tak mempedulikan panggilan Jono. Dia merasa hewan kurban yang ada di lokasi itu menjadi tanggung jawabnya.
Beberapa menit kemudian, sapi yang terlepas itu berhasil ditangkap dan diikat di lokasi penyimpanan hewan kurban.
Dia lalu kembali ke "tempat bermainnya", tetapi Jono sudah tidak berada di lokasi itu. Hanya jalangkung dan peralatan pemanggil arwah yang terhambur di tanah.
Yayak merasa tidak ada yang aneh atau berubah pada dirinya setelah itu. Hanya saja, dia seperti melihat cahaya berkelebat. Tetapi dia pikir itu hanya perasaannya saja. Lalu dia pulang ke rumah.
"Besoknya baru saya rasa, pas mau salat Id. Saya bercermin, mukaku kayak lebih bercahaya. Saya jadi merasa ganteng, suka sekali bercermin. Tapi pas pulang salat, kayak berat sekali belakangku, seperti ada sesuatu kugendong," paparnya.
Saat itulah dia merasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Yayak kemudian mencoba mencari Jono di rumahnya. Dia ingin tahu, apa yang terjadi pada dirinya.
Kata Jono, arwah yang dipanggil pada malam sebelumnya masih menempel di tubuh Yayak. Arwah itu marah karena dia dipanggil tetapi tidak dipulangkan secara baik. Bahkan hanya dilemparkan ke tanah.
Kabar baiknya, kata Jono, arwah itu tidak mengganggu dalam wujud nyata yang menyeramkan. Tetapi, kabar buruknya adalah, Jono hanya bisa memanggil dan tidak bisa mengusir.
Yayak berinisiatif untuk meminta tolong pada seorang tokoh agama di kampungku, namanya Pak Kromo.
Kebiasaan Aneh
Pak Kromo merupakan tokoh agama yang sedikit moderen, sehingga terkadang dia tidak langsung memercayai jika ada seseorang yang mengaku kesurupan atau ditempeli oleh makhluk halus.
"Kamu kurang tidur itu, makanya punggungmu terasa berat. Tadi malam kamu jaga hewan kurban, kan? Ini coba diminum supaya bisa istirahat," ucap Pak Kromo sambil memberikan sebungkus obat flu dan suplemen untuk tubuh.
Yayak menerimanya dan keluar dari rumah Pak Kromo. Tapi dia tidak meminum obat yang diberikan. Dia cuma tidak mau berdebat dengan Pak Kromo yang tidak memercayai bahwa ada sesuatu yang gaib menempel pada dirinya.
"Jadi saya pulang, terus ambil sepeda. Saya keliling kompleks sampai belasan kali, karena kalau saya tidak bergerak, terasa berat sekali belakangku. Tapi kalau bergerak agak enak. Habis itu saya tidur," tuturnya melanjutkan.
Setelah bangun tidur pada sore harinya, tidak ada perubahan yang dirasakan. Punggungnya tetap saja berat seperti menggendong sesuatu. Tapi anehnya, dia merasa menjadi semakin ganteng saat bercermin. Wajahnya, kata dia, terlihat semakin bercahaya.
Dia mengambil ponsel dan berswafoto, lalu membagikannya di dinding Facebooknya. Bukan cuma sekali, tetapi berkali-kali dan mulai menjadi kebiasaan baru. Dia ingin memberitahukan pada dunia, pada teman-teman Facebooknya bahwa dia semakin ganteng--meski kebiasaannya tersebut dianggap aneh.
Tapi rasa berat dan sakit pada punggungnya semakin menggangu. Yayak mencoba mencari cara untuk meyakinkan Pak Kromo, bahwa memang ada hal gaib yang mengganggunya. Tapi dia tidak tahu caranya.
Dia kembali mengambil sepeda dan bersepeda keliling kompleks. Saat lewat di depan rumah Pak Kromo, idenya muncul. Dia akan mencoba memberitahu Pak Kromo melalui anaknya, Ihwan.
Ihwan adalah teman bermainnya. Usianya terpaut tidak terlalu jauh, hanya sekitar tiga atau empat tahun lebih tua dari Yayak.
"Jadi saya cari Ihwan, saya bilang ada masalahku. Ihwan kan baru bangun, terus dia masuk lagi dan keluar bawa double stick. Dia kira masalahku berkelahi sama orang," kenangnya sambil tertawa.
Setelah mengetahui masalah yang dihadapi Yayak, Ihwan kembali masuk ke rumahnya, dan keluar bersama Pak Kromo.
Pak Kromo mendengarkan cerita Yayak dengan seksama. Kemudian dia menyuruh Yayak mengambil air wudhu dan salat berjamaah. Setelah itu dia mulai membaca beberapa surah dan meminumkan air putih yang telah diberi doa pada Yayak.
Beberapa saat kemudian, tubuhnya mulai terasa ringan. Tidak ada lagi perasaan berat di punggungnya. Dia mengucapkan terimakasih pada Ihwan dan Pak Kromo, lalu pulang.
Setibanya di rumah, Yayak menyempatkan diri untuk bercermin. Wajahnya tetap terlihat bercahaya dan lebih ganteng daripada biasanya. Bukan hanya itu, tubuhnya pun dirasakan semakin seksi.
"Jadi saya selfi (swafoto) lagi. Saya buka bajuku baru selfi, terus saya unggah lagi di Facebook ha ha ha... Kau ingat yang dulu saya suka sekali posting foto di Facebook? Nah pas itu kejadiannya".
Namun keesokan harinya, rasa berat pada punggungnya kembali datang. Rasa itu kembali hilang setiap dia sudah diobati oleh Pak Kromo, tetapi kembali lagi pada keesokan harinya. Itu terjadi selama hampir sepekan.
Murka Sang Ratu
Akhirnya, Yayak memberanikan diri untuk menceritakan yang dialaminya pada bapak. Selama ini dia takut bercerita, karena bapak pasti marah saat mengetahui dia bermain jalangkung. Maklum, sejak kecil kami diajari untuk tidak bermain hal-hal yang tidak masuk akal dan berbau gaib.
Benar saja. Awalnya bapak marah saat mengetahui bahwa Yayak bermain jalangkung dan ditempeli oleh arwah yang dipanggil. Tetapi kemudian bapak menghubungi seorang stafnya yang selama ini dikenal paham tentang hal-hal mistis.
Pak Cokro, teman bapak, datang sekitar dua jam kemudian. Saat melihat Yayak, dia langsung pamit pulang. Menurutnya, jin atau arwah yang menempel pada tubuh Yayak jumlahnya ribuan.
Mereka merupakan anak buah dan pengawal arwah yang dipanggil saat bermain jelangkung. Sang Ratu merasa tersinggung dan murka karena dia tidak dipersilakan pulang dengan baik, melainkan hanya dibanting ke tanah.
Kata dia, kerajaan mereka berada di lereng-lereng gunung, bukan hanya dari gunung di sekitar Yogyakarta saja, tetapi ada juga yang berasal dari Sulawesi, Sumatera dan Kalimantan, bahkan Papua.
"Pak Cokro pulang, terus datang lagi dengan dua temannya. Seram-seram wajahnya memang. Kentara bilang kayak dukun. Tapi setelah dia baca mantra, langsung enak perasaanku. Itu jin katanya dimasukkan ke kotak korek terus mau dibawa ke (Gunung) Merapi," kata Yayak.
Meski perasaan berat sudah tak lagi ada, tapi kegemarannya berswafoto karena merasa ganteng dan bercahaya tetap berlangsung. Foto-foto yang diunggah ke dinding Facebooknya didominasi dengan foto-foto telanjang dada.
Tapi Yayak tidak menyadari perubahan pada dirinya itu. Beberapa temannya bahkan sudah menegur agar dia mengunggah foto-foto yang lebih sopan, tapi tak dihiraukannya. Hingga saat Pak Ulis, seorang teman bapak, datang ke rumah.
Pak Ulis yang merupakan seorang tukang urut dan juga paranormal, merasakan sesuatu yang berbeda ada dalam tubuh Yayak. Dia pun menanyakan apa yang pernah terjadi sebelumnya.
"Sudah saya duga. Itu kemarin yang dibuang cuma anak buahnya. Anak buahnya memang membuat badan terasa berat. Ini yang masih menempel adalah ratunya," kata Pak Ulis pada bapak.
Menurut Pak Ulis, Ratu yang ada dalam tubuh Yayak justru lebih berbahaya. Dia memang tidak membuat tubuh terasa berat, tetapi dia bisa membuat orang menjadi lupa ingatan alias gila.
Ratu itu membuat orang merasa ganteng atau cantik serta seksi. Orang yang ditempelinya akan menjadi narsis, wajahnya terlihat bercahaya, dan semakin hari akan semakin bercahaya.
Karena merasa ganteng atau cantik dan seksi, orang yang dirasuki sang Ratu tidak akan malu membagikan foto vulgar mereka. Apalagi, setelah membagikan foto, mereka merasa semakin sempurna.
"Gangguan si Ratu ini bisa bikin orang gila. Kalau dia menahan hasratnya untuk berswafoto atau membagikan foto vulgarnya, orang ini akan merasa tertekan dan bahkan mendorong ingin bunuh diri," lanjut Pak Ulis.
Begitu cara Ratu itu mencari pengikut. Nantinya, setelah korbannya bunuh diri, mereka akan menjadi pengawal atau pengikut sang Ratu, seperti ribuan pengikutnya yang pernah menempel pada tubuh Yayak.
Biasanya korban yang merasa ganteng atau cantik itu akan bunuh diri dalam waktu kurang dari delapan purnama, bisa karena mereka malu setelah fotonya disebar sendiri, atau karena tertekan akibat menahan diri untuk menmbagikan foto mereka sendiri.
Pada zaman dulu, kata Pak Ulis, biasanya korban sang Ratu akan keluar rumah tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Saat itulah mereka dianggap gila dan dipasung, atau bunuh diri karena malu.
"Ratu ini tidak boleh disebut namanya, bahkan dalam hati sekalipun. Karena dia pasti akan datang. Tanda kedatanagannya tidak kentara, biasanya si penyebut nama hanya merasa ada cahaya yang berkelebat dan mulai suka bercermin, dia merasa wajahnya bercahaya," paparnya menjelaskan.
Aku terdiam mendengar lanjutan cerita Yayak. Sepertinya tadi aku melihat cahaya berkelebat di balik jendela. Tapi mungkin tadi hanya perasaanku saja, atau kebetulan saja.
Yayak melanjutkan ceritanya. Kata Yayak, Pak Ulis kemudian mengajaknya bermalam di rumah Pak Ulis untuk diobati.
Hanya ada satu cara mengusir sang Ratu dari tubuh Yayak, itu pun tidak semudah mengusir arwah atau jin lain. Dia harus menjalani ritual berendam tengah malam di pertemuan dua sungai, kemudian dibacakan mantera serta ada beberapa syarat lain, yang hanya diketahui oleh Pak Ulis.
"Itu makanya saya tidak berani tulis namanya. Apalagi Pak Ulis sudah lama meninggal. Saya tidak tahu siapa lagi yang bisa usir itu kalo datang," ucap Yayak.
Entah kenapa aku kemudian merasa khawatir karena tadi menyebut namanya. Lalu aku mencoba bercermin. Oh my God, wajahku terlihat sangat bercahaya. Aku sangat tampan. Jauh lebih tampan daripada bintang film Korea.
Aku tidak yakin jika ini merupakan efek dari datangnya arwah sang Ratu. Aku memang tampan, sangat tampan. Aku juga seksi, dan aku ingin teman-temanku juga menjadi tampan serta cantik. Aku membagikan cerita ini ke WA story, dinding Facebook, bahkan ke dinding grup Facebook yang aku ikuti. Ya, aku bagikan, bagikan dan bagikan lagi. Supaya kalian semua menyebut nama NYAI DERBALA.