Jemari berbulu itu mencengkeram erat leher Aya. Aya tak mampu melepaskan lengan kekar milik makhluk itu, meski jemari mungilnya terus mencakar, untuk melepaskan cekikan itu.

Suara burung malam menambah mencekamnya suasana. Angin yang berhembus cukup kencang dan dingin, menggoyangkan daun-daun dan pepohonan.

Aya mencoba berteriak. Tapi, suaranya tidak keluar. Hanya lenguhan saat nafasnya tertahan oleh cekikan, yang terdengar. Wajahnya semakin pucat. Kakinya menendang-nendang di atas rerumputan.

Aya hampir menyerah. Dia berpikir bahwa malam ini adalah ajalnya, takdirnya untuk meninggal dicekik oleh makhluk mengerikan, yang datang karena ritualnya sendiri.

Baca Juga: Satu Keluarga Jin Masuk dalam Tubuhku

Dia kembali mengumpulkan kekuatannya dan berusaha melawan. Diambilnya bungkusan merah berisi jimat, yang pernah diberikan oleh neneknya. Lalu dia menempelkan bungkusan itu ke kepala makhluk yang mencekiknya.

Neneknya pernah bilang, jika ada makhluk gaib yang mengganggu, Aya cukup memperlihatkan jimat itu, atau melemparkannya pada makhluk astral tersebut.

Selama ini, sudah beberapa kali jimat itu membantunya. Meski seorang tokoh agama mengatakan, itu adalah musyrik. Jimat itu, kata dia, berisi jin. Jin dalam jimat itu, hanya mampu mengusir jin lain yang lebih lemah.

Jika jin yang mengganggu Aya lebih kuat daripada jin dalam jimat, maka jimat itu tidak akan berfungsi. Bahkan bisa menjadi bumerang dan membantu jin yang lebih kuat.

Baca Juga: Hantu-Hantu di Menara Saidah (1)

Jika yang dikatakan oleh tokoh agama itu benar, itu berarti makhluk yang mencekiknya saat ini, lebih hebat daripada jin dalam jimatnya.

Saat Aya menempelkan jimat itu pada makhluk yang mencekiknya, awalnya makhluk itu seperti terkejut. Tapi, hanya dalam hitungan detik, makhluk itu tertawa. Jimat yang digenggamnya terpental entah ke mana.

Sambil terus mencekik, makhluk itu menjilati seluruh wajah Aya. Liurnya berbau sangat menjijikkan. Aya serasa ingin muntah, tapi lehernya masih tercekik.

Lidah makhluk itu terus menjilatinya, hingga ke leher dan belakang telinga. Pandangan Aya semakin gelap. Mulutnya terbuka karena berusaha mencari udara segar. Tiba-tiba lidah panjang itu meluncur memasuki mulutnya, dan menari-nari hingga nyaris sampai di kerongkongan.

Perlahan makhluk itu melepaskan cekikannya. Tapi Aya masih dalam keadaan setengah sadar. Pandangannya gelap, meski dia merasakan jemari berbulu itu meraba beberapa bagian tubuhnya.

Baca juga: Boneka Kayu Pembawa Petaka

Aya mulai menikmati sentuhan makhluk menyeram itu. Nafasnya mulai normal, tidak lagi tertahan di leher. Tapi, saat ini Aya tidak mencoba berteriak. Sesekali mulutnya terbuka, tapi bukan untuk menjerit. Hanya rintihan yang terdengar.

Langit malam yang berwarna kemerahan, menyaksikan bagaimana makhluk seram itu, yang sebagian orang menyebutnya sebagai 'Bahureksa Ageng', membuat birahi seorang wanita muda memuncak.

Bulan yang tepat berada di atas mereka, berwarna pucat. Seolah terkejut melihat hal tak lazim itu.

Aya merasa, seolah ada sesuatu yang akan meledak di dalam dirinya. Hingga akhirnya dia menjerit, saat rasa itu benar-benar meletup. Dia pingsan setelahnya.

Saat terbangun, Aya berada di kamar tempatnya biasa melaksanakan ritual. Bau dupa dan kemenyan masih tercium, meski api di pedupaannya tak lagi menyala.

Dia memeriksa seluruh bagian tubuhnya. Pakaiannya masih utuh, tidak  ada bagian yang robek atau terlepas. Dia bersyukur, karena pemerkosaan oleh Bahureksa Ageng itu hanya mimpi.

Baca juga: Ceramah di Pemakaman Desa

Tapi, saat meraba kantong celananya, dia tidak mendapati jimat yang telah beberapa tahun selalu dibawanya. Pada lehernya juga terdapat bulu kasar, persis seperti bulu milik Bahureksa Ageng, yang ada dalam mimpinya tadi malam.

Hal itu membuatnya kembali berpikir. Aya tidak yakin bahwa kejadian tadi malam hanya mimpi. Perasaan nyaman yang ditimbulkan oleh Bahureksa Ageng dalam mimpinya, masih tersisa.

Aya bergegas ke kamar mandi, untuk mandi dan membersihkan diri. Entah kenapa, kali ini dia merasa sangat bahagia.

Sejak berhenti dari pekerjaannya, sepekan yang lalu, baru hari ini Aya bangun pagi. Selama ini dia sering begadang dan melakukan beberapa ritual aneh, yang dia peroleh dari buku lawas milik neneknya.

Ritual-ritual yang mulai dilakukannya setelah tengah malam, membuatnya harus begadang dan bangun siang.

Baca juga: Lampor dan Empat Kerdilnya Hampir Membunuh Kholil

Pagi itu, seusai mandi, Aya bergegas menuju ke rumah Pak Sandro, pemuka agama yang pernah menjelaskan tentang jimat dan jin. Dia ingin menanyakan perihal mimpinya tadi malam.

Saat tiba, Pak Sandro sedang menyirami tanaman di taman rumahnya. Sebagai seorang pensiunan, Pak Sandro memiliki banyak waktu luang, yang diisinya dengan berkebun dan memelihara beberapa ekor burung perkutut.

Setelah menjawab salam yang diucapkan Aya, Pak Sandro mempersilakan Aya untuk masuk. Dia menanyakan tujuan Aya menemuinya.

"Bagaimana, Nak Aya? Ada yang bisa Bapak bantu?," tanyanya.

Aya menceritakan mimpi yang dialaminya tadi malam, tentang persetubuhannya dengan Bahureksa Ageng, yang seperti nyata. Bahkan bulu-bulu Bahureksa masih menempel di tubuhnya, saat Aya terbangun.

Aya juga menjelaskan tentang beberapa ritual yang pernah dilakukannya, selama beberapa hari terakhir. Termasuk tentang ruang ritual yang ada di rumahnya.

"Kalau mendengar cerita Nak Aya, sepertinya yang dialami tadi malam bukan sekadar mimpi. Secara fisik, mungkin seperti mimpi, tapi itu kenyataan," Pak Sandro menjelaskan.

Pak Sandro menuturkan, beberapa tahun lalu, dia pernah menangani kasus seperti yang dialami Aya. Saat itu, perempuan yang disetubuhi merasa ketagihan. Bahureksa Ageng, pun hampir setiap malam hadir dalam mimpi.

Baca juga: Istri Saya Seorang Parakang I

Tapi, menurutnya, hal itu tidak lazim, dan mempunyai efek yang sangat buruk. Wanita yang ketagihan bersetubuh dengan Bahureksa Ageng, biasanya tidak akan pernah menikah seumur hidupnya, kecuali dia menghentikan kebiasaannya itu. Atau, perempuan yang terus bersetubuh dengan Bahureksa Ageng, akan tewas pada malam keempat puluh setelah dia menikah.

Menghentikan persetubuhan itu, pun bukan hal mudah, karena Bahureksa Ageng akan terus mendatanginya saat tengah malam.

Menurutnya, ada dua cara menghentikan Bahureksa Ageng. Pertama, dengan menggigit lidahnya hingga putus, saat dia memasukkannya dalam mulut si perempuan, sebelum si perempuan terangsang, kemudian menelannya.

"Jika itu dilakukan, lidahnya akan kembali tumbuh. Tapi, dia tidak akan mendatangi perempuan itu untuk selamanya. Dia akan mencari korban baru," tuturnya.

Keberhasilan dengan cara itu, kata Pak Sandro, hanya 50 persen, karena biasanya birahi si perempuan meningkat sebelum dia sempat menggigit lidah Bahureksa Ageng.

"Cara kedua, bacakan doa rukyah sebelum dia menyentuhmu," lanjut Pak Sandro sambil memberikan catatan berisi doa rukyah.

Setelah berterimakasih, Aya pun kembali ke rumahnya. Sebetulnya dia ingin sekali malam segera datang, agar Bahureksa Ageng dapat kembali masuk dalam mimpinya, dan membuatnya melayang seperti tadi malam.

Baca juga: Lelaki Kebal Itu Tewas Saat Menyentuh Air

Namun, penjelasan Pak Sandro membuatnya merasa ngeri. Dia tidak ingin tidak menikah, atau tewas saat hari keempat puluh setelah menikah. Tapi, di sisi lain, dia menyukai yang dilakukan Bahureksa Ageng.

Malamnya, Aya kembali tidur di ruang ritual. Jarum pada jam dindingnya belum menunjukkan pukul 22.00, tapi matanya sudah terasa berat. Kantuk menyerangnya. Seperti ada sesuatu yang meniup-niup kelopak matanya.

Hanya beberapa saat kemudian, dia tertidur. Bahureksa Ageng kembali datang dalam mimpinya. Tapi, kali ini dia tidak mencekik Aya. Bahureksa Ageng hanya memegang kedua tangan Aya, dan meletakkannya di atas kepala, seperti posisi orang menyerah, hanya saja dalam posisi baring.

Jantung Aya berdebar kencang saat Bahureksa Ageng mulai duduk di atas perutnya. Wajah Bahureksa Ageng sangat dekat dengan wajahnya. Aya spontan membuka mulutnya, membiarkan lidah Bahureksa Ageng kembali bermain di situ.

Aya tidak berusaha menggigitnya saat itu. Dia membiarkan Bahureksa Ageng menguasai dirinya. Hingga pada akhirnya, dia kembali merasakan sensasi seperti sebelumnya.

Setelah itu, Aya membaca ayat-ayat rukyah, membuat Bahureksa Ageng marah. Matanya membelalak, jemari besar berbulunya mengepal. Gerahamnya terkatup.

Dia mendatangi Aya, dan kembali mencekiknya. Tapi rapal doa terus terucap, meski sesekali terbata-bata akibat lehernya yang tercekik.

Perlahan jemari Bahureksa Ageng yang mencekiknya, melemas. Bahureksa Ageng berjalan mundur. Hawa panas mulai terasa dalam kamar itu, seiring dengan cahaya merah yang muncul dari tubuh berbulu itu. Ya, tubuh Bahureksa Ageng terbakar, lalu lenyap tanpa bekas.

Aya tertidur, tanpa menyadari bahwa dari kejauhan, beberapa Bahureksa Ageng lain, melihatnya menghancurkan saudaranya.

Pak Sandro lupa memberi tahunya, bahwa Bahureksa Ageng adalah makhluk pendendam, yang akan membalas jika satu dari mereka disakiti.

Mereka akan menunggu saat Aya datang bulan, karena saat itu, Aya tidak boleh membaca ayat-ayat suci. Itu berarti, mereka hanya perlu menunggu beberapa hari ke depan.

Bersambung