Wajah Somad semakin tegang. Sepasang anjing besar yang ada di hadapannya perlahan berubah menjadi seorang perempuan dan laki-laki, tetapi kepalanya tetap kepala anjing.

Somad mencoba berteriak untuk minta tolong, tapi percuma, selain dia hanya seorang diri di rumah itu, ruangan yang dimasukinya adalah ruang kedap suara. Apalagi ruangan itu terletak di bawah bangunan utama, semacam ruang bawah tanah.

Dia baru pertama kali memasuki ruangan itu. Itu pun karena kedua ekor anjing besar milik tuannya mengejar. Somad tak habis pikir, bagaimana bisa binatang yang sudah sebulan mengenalnya, tiba-tiba berubah. Kedua anjing itu seolah melihat pencuri atau penjahat. Padahal Somad cuma berniat untuk membersihkan kandang dan memberi makan pada keduanya.

Memang, sebelum membersihkan kandang dan memberi makan kedua anjing pemburu itu, Somad merasakan ada sesuatu yang ganjil. Cahaya bulan tampak merah menyala, meski senja baru saja menyapa.

Somad juga merasakan bau anyir dari kedua anjing milik majikannya itu. Tapi dia tidak berpikir macam-macam. Seperti sore-sore sebelumnya, mengurus binatang kesayangan tuannya.

Awalnya kedua anjing itu tidak menunjukkan sikap bermusuhan. Keduanya keluar dari kandang dan bermain di halaman. Tapi saat akan kembali dimasukkan ke dalam kandang, keduanya serentak menggonggong.

Sebetulnya Somad tidak takut, dan mencoba menarik tali anjing betina untuk dimasukkan. Namun tetiba anjing itu melompat dan menggigit lengannya. Sontak Somad melepaskan genggamannya pada tali.

"Dasar anjing," umpat Somad saat itu, sambil mencoba meraih sesuatu yang bisa digunakan untuk memukul.

Dia mendapatkan gagang sapu, dan mencoba memukul anjing jantan yang mendekat. Tapi dia ingat peringatan pak Jefri dan bu Miska, saat awal bekerja. Mereka mengatakan tidak segan melaporkan Somad ke polisi, jika sampai anjing mereka terluka.

Akhirnya Somad memilih untuk lari ke dalam rumah. Sayangnya, kecepatan lari Somad kalah oleh kedua anjing itu. Anjing jantan berhasil menerkam punggungnya sebelum Somad tiba di pintu. Cakarnya yang tajam melukai sebagian leher dan lengan Somad.

Saat bisa melepaskan diri, Somad kembali berlari menuju ruangan tamu. Kakinya menyenggol guci antik, yang kata majikannya berusia ribuan tahun. Somad semakin panik. Dia merasa nyawanya terancam.

Somad tidak lagi peduli dengan peringatan pak Jefri dan bu Miska. Dia meraih mandau (parang senjata khas suku Dayak), yang menjadi hiasan dinding ruang tamu.

Dia lupa bahwa majikannya pernah melarangnya melepaskan mandau dari sarungnya, karena mandau itu merupakan pusaka keramat.

Suasana semakin mencekam, hanya cahaya matahari senja yang masuk ke dalam ruangan. Somad lupa menyalakan lampu.

Dalam genggamannya, mandau berwarna hitam kelam itu seperti mengeluarkan pendar cahaya yang juga berwarna kelam.

Sepasang anjing itu mundur. Kemudian anjing jantan berjalan ke kanan. Saat ini posisinya berada di tengah. Kedua anjing itu menggonggong, lalu si anjing jantan seolah akan menerkamnya. Spontan Somad menebas ke arah kanan. Tapi ternyata itu jebakan. Anjing betina dengan cepat menerkamnya, saat dia lengah.

Gigitan anjing betina membuatnya melepas gagang mandau dari genggamannya. Somad mencoba lari ke loteng. Tapi anjing jantan sudah mencegatnya di tangga. Sepertinya kedua anjing sengaja menggiringnya ke ruang bawah tanah.

Ruangan ini cukup mampu membuat merinding orang yang masuk. Selain cahaya lampunya yang temaram, pada dinding ruangan berukuran sekira 4x5 meter itu terdapat beberapa lukisan dan foto kuno.

Salah satunya adalah lukisan dua manusia berkepala anjing. Tubuhnya berbulu, dengan punggung sedikit bungkuk dan mata berwarna kuning menyala. Keduanya memegang seorang pria yang bersimbah darah.

Pada sudut ruangan, tepatnya di sebelah kiri pintu masuk, terdapat satu peti mati berisi tengkorak. Di sampingnya, di atas meja yang terbuat dari marmer, beberapa toples besar berisi kepala manusia yang tenggelam dalam cairan, sepertinya itu cairan pengawet.

Kedua anjing yang sudah menjelma menjadi makhluk mengerikan itu, menggiring Somad menuju sisi ruangan yang  terdapat semacam tempat persembahan, dengan pedupaan di pinggirnya.

Somad mengambil sebilah tombak yang ada di situ, namun tenaga kedua makhluk itu lebih kuat. Makhluk jantan memegang ujung tombak dan melemparku ke dinding. Makhluk yang satu mengangkat Somad ke meja persembahan dan mengikatnya.

Selama terikat, keduanya hanya menjilati bagian tubuh Somad yang berdarah bekas cakaran mereka. Darahnya seperti tidak pernah mengental, mengalir terus menerus.

Hingga beberapa jam Somad dibiarkan seperti itu, sampai sekitar tengah malam, keduanya melakukan ritual yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Keduanya saling cakar, lalu darahnya ditampung pada satu wadah kecil. Kemudian diminumkan paksa pada Somad.

Somad merasa sangat mual, jijik, dan muntah. Tetapi tidak ada apapun yang keluar dari dalam perutnya. Sejenak dia berusaha pasrah dan berdoa, saat makhluk jantan mulai menggigit leher Somad, tepat pada urat nadi. Gigitan itu dilanjutkan oleh makhluk betina.

Mata Somad terpejam. Somad teringat awal akan bekerja di tempat ini. Dia mendapatkan info lowongan ini melalui pesan singkat.

Sebetulnya saat itu beberapa teman melarang Somad untuk mendaftar. Tapi dia berkeras menghubungi nomor telepon yang tertera.

Waktu Somad menelepon, pak Jefri--pemilik anjing itu menyuruh langsung datang ke rumahnya untuk wawancara. Pak Jefri merupakan salah satu pengusaha sukses di daerahnya.

Somad sedikit heran saat mengetahui pekerjaan yang ditawarkan. Hanya mengurus dua ekor anjing. Kata dia, pengurus anjing yang sebelumnya keluar karena pulang kampung.

Pernah secara tak sengaja Somad mendengar pembicaraan antara pak Jefri dan bu Miska. Mereka membicarakan tentang korban baru, tapi Somad tidak terlalu jelas mendengarnya.

Beberapa tetangga juga pernah bercerita pada Somad, bahwa tidak ada pengurus anjing yang betah tinggal di situ. Setiap bulan keluarga itu selalu berganti pengurus anjing, dan Jefri selalu mengatakan mereka pulang kampung.

"Malah pernah ada pengurus anjingnya yang meninggal, Mas. Sampai masuk di tivi. Polisi sempat datang, dan anjingnya dikarantina. Tapi katanya anjing itu menghilang di sana, eh, ternyata sudah ada di sini lagi," seorang tetangga Jefri mengisahkan.

Kini Somad sadar, ternyata para pengurus anjing itu dijadikan tumbal oleh keluarga Jefri. Kedua anjing tersebut sebetulnya bukan anjing biasa. Mereka adalah siluman pesugihan yang dipelihara.

Perlahan Somad pasrah. Pandangannya semakin gelap. Lalu dia mendengar suara Jefri bercakap dengan Miska. "Ini tumbal yang ke-40. Sampai kapan kita akan lakukan ini, Mas?," tanya Miska.

"Kita akan lakukan terus, toh kita semakin tenar dan kekayaan kita terus bertambah. Kalau kita berhenti, kita yang akan jadi tumbal selanjutnya. Aku sudah mengirim sms random lagi untuk penerimaan pengurus anjing," jawab Jefri.

Suara nada dering ponsel milik Jefri terdengar. "Iya, malam, Mbak. Iya benar, kami buka lowongan. Gajinya tinggi lho, 6 juta per bulan, separuhnya dibayar di  depan. Tapi jangan bilang ke siapapun, bahwa Mbak kerja di sini ya. Besok bisa ke sini buat wawancara kan?," Jefri menjelaskan, seperti yang disampaikan pada Somad bulan lalu.

Setelah itu, Somad terdengar seperti mengorok, lehernya digigit kuat oleh kedua makhluk itu, dan mengembuskan nafas terakhir.