Bibir Hasan komat-kamit membaca doa untuk mengusir makhluk berkepala perempuan itu. Membuatnya marah dan berteriak-teriak mengerikan. Dia terbang mengelilingi ruangan itu, sambil sesekali menukik ke arah Hasan.

Tapi, Pak Narto dan istrinya tidak melihat dan mendengar teriakan makhluk itu. Keduanya tampak bingung bercampur takut, saat melihat Hasan sesekali merunduk menghindari serangan kepala perempuan tersebut.

Hingga akhirnya sosok itu terbang keluar ruangan sambil terus berteriak kesakitan, lalu hilang ditelan gelapnya malam.

Lastri tampak terlihat lebih tenang setelah makhluk itu pergi. Dia masih mengenali Hasan sebagai teman masa kecilnya. Lastri menegur Hasan dengan suara lirih. Dia merasa malu karena Hasan melihat kondisinya yang dipasung.

Hasan mendekati Lastri, Pak Narto dan istrinya pun ikut dari belakang. Hasan tampak merasa iba melihat kondisi Lastri. Lalu dia menoleh ke arah Pak Narto dan istrinya, lalu menjelaskan bahwa yang dilihat oleh Lastri adalah nyata.

Sosok berkepala perempuan yang selalu disebut-sebut oleh Lastri setiap senja dan malam, memang ada. Tapi, sosok itu sesungguhnya bukan hantu. Kepala perempuan yang melayang itu sebenarnya adalah manusia, tapi dia sedang mengamalkan ilmu hitam yang dipelajarinya.

Biasanya ilmu semacam itu dipelajari agar pelakunya menjadi awet muda, sekaligus sebagai pesugihan. Mereka memakan anak bayi yang belum berusia 40 hari sebagai salah satu syaratnya.

Jika dia memiliki anak perempuan, maka nantinya anak perempuan itu akan dikorbankan untuk jin yang bekerja sama dengan pelaku. Anak perempuan itu bisa saja dibunuh, atau dijadikan pemuas nafsu jin yang bersangkutan.

Jika dijadikan pemuas nafsu, maka anak itu tidak akan pernah keluar rumah seumur hidup. Dia akan terus di kamarnya, dan makanannya adalah daging mentah. Perlahan dia akan menjadi manusia setengah jin.

Setelah mengorbankan anak perempuannya, baik itu dibunuh atau dijadikan budak seks, orang yang menuntut ilmu hitam itu tidak lagi harus mencari tumbal anak bayi.

Hanya saja, biasanya pelaku sudah ketagihan dengan rasa isi perut dan darah bayi, sehingga meski tidak lagi wajib memberikan tumbal, dia akan terus mencari dan memakan isi perut bayi.

Selain itu, dengan memakan isi perut bayi, ilmunya akan semakin tinggi, dan dia akan semakin terlihat awet muda serta menggairahkan.

Tapi, sebelum pelaku ilmu hitam itu memiliki anak, dia akan terus berkeliling mencari ibu hamil dan menunggu sampai mereka melahirkan bayinya.

"Tapi orang yang menuntut ilmu itu punya kelemahan. Dia akan mati jika terkena sinar matahari sebelum dia kembali ke tubuhnya. Saat mereka pergi mencari mangsa, tubuhnya pasti ditinggalkan di tempat tertentu," Hasan memaparkan di hadapan Lastri dan kedua orangtuanya.

Saat ini, kata Hasan, yang perlu dicari adalah siapa sebenarnya perempuan penuntut ilmu hitam itu. Jika sudah diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghentikannya.

Untuk dapat menemukan orang itu, menurutnya, yang harus dilakukan adalah memperhatikan seluruh perempuan di desa itu maupun di desa sekitar. Jika ada perempuan yang matanya selalu terpicing saat siang hari, dan tidak pernah terlihat muncul menjelang magrib, maka kemungkinan besar dialah orangnya.

Meski terdengar mudah, tapi cara itu gampang-gampang sulit untuk dilakukan, kecuali jika sudah ada seseorang yang dicurigai.

Tiba-tiba Lastri menyahut. Dia menjelaskan bahwa makhluk perempuan itu kerap menyebut bahwa dia telah memakan anak Lastri dan mengambil suaminya. Tapi Lastri tidak paham maksud perkataannya.

Sebenarnya sejak awal, Lastri ingin sekali memberitahukan hal itu pada ibunya, tapi dia khawatir ibunya menganggap itu sebagai bagian dari kegilaannya. Apalagi selama ini mereka menganggap Lastri gila.

"Orang sudah terlanjur menganggap aku gila. Itu membuatku enggan bercerita atau bertanya," ucapnya lirih.

Mendengar ucapan Lastri, Bu Narto terisak. Dia merasa bersalah karena tidak pernah menceritakan yang sebenarnya terjadi, bahwa Dadang, suaminya telah menceraikan Lastri dan menikah dengan perempuan dari desa sebelah.

Malam semakin larut. Suara burung dan binatang malam lain semakin jelas terdengar. Setelah membacakan beberapa doa di setiap sudut ruangan, agar makhluk itu tidak kembali datang, Hasan pun berpamitan.

Tapi, sebelum pulang, dia meminta pada Pak Narto dan istrinya agar membuka balok yang digunakan untuk memasung Lastri, karena Lastri bukan gila seperti yang mereka duga selama ini.

Saran tersebut dilaksanakan oleh Pak Narto, meski dia masih sedikit waswas Lastri akan kembali mengamuk. Tapi kekhawatiran itu tidak terjadi. Hingga pagi tiba, Lastri sama sekali tidak menangis atau berteriak seperti biasanya.

Hasan kembali datang ke rumah Lastri. Dia berniat menanyakan tentang istri baru dari mantan suami Lastri. Sejujurnya dia curiga saat mendengar cerita Lastri tadi malam.

Pak Narto dan istrinya mengaku mereka sama sekali tidak mengenal istri Dadang. Padahal jarak desa mereka tidak terlalu jauh. Mereka juga tidak pernah mencari tahu siapa perempuan itu.

Entah kenapa, Hasan semakin penasaran dan curiga bahwa istri Dadang adalah makhluk perempuan itu. Padahal dia sama sekali tidak pernah mengenal atau melihat istri Dadang.

Hasan kemudian menyampaikan rencananya, untuk pura-pura bertamu ke rumah Dadang, dan mencari tahu siapa istri Dadang saat ini.

Kurang dari setengah jam, Hasan sudah ada di rumah Dadang. Tidak sulit mencari rumah itu, karena sebagai satu-satunya tukang reparasi dinamo, Dadang cukup dikenal di kampung itu.

Hasan berpura-pura menanyakan ongkos reparasi dinamo pompa air. Dengan gaya sok akrab, Hasan menemani Dadang yang sedang bekerja, sambil sesekali membantu jika ada yang dibutuhkan.

Hasan hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit untuk mengakrabkan diri dengan Dadang. Hingga akhirnya Dadang memanggil istrinya, dan meminta tolong agar dibuatkan segelas kopi untuk teman barunya.

Saat istri Dadang keluar membawa segelas kopi, dia tampak kaget melihat suaminya bersama Hasan. Hasan pun mencium aroma anyir seperti yang dirasakannya di rumah Lastri tadi malam. Tapi Hasan berpura-pura tidak tahu.

Istri Dadang hanya keluar untuk menyajikan kopi, kemudian kembali masuk, tanpa menegur Hasan sama sekali.

Hasan sangat yakin bahwa perempuan itu mengamalkan ilmu hitam, dan menjadi makhluk jadi-jadian saat senja tiba hingga menjelang pagi. Dia juga sangat yakin bahwa Dadang sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan istrinya.

Hasan mencoba mencari tahu, apa yang dilakukan oleh Dadang saat senja tiba hingga pagi harinya. Ternyata, Dadang dan istrinya tidak tidur sekamar.

Mereka hanya tidur sekamar sekali dalam sepekan, yakni setiap Selasa malam. Selebihnya, istrinya selalu tidur di kamar besar, yang tidak boleh dimasuki oleh Dadang. Alasannya karena di kamar itu istrinya menemani neneknya yang sedang sakit.

"Saya juga baru satu kali ketemu nenek, waktu pertama datang di sini. Kata istri saya, neneknya tidak suka kalau ada orang lain yang masuk ke kamar itu," papar Dadang.

Bersambung...