Cermis.id - Di Indonesia ada banyak macam nama hantu. Ada juga yang hanya jadi cerita rakyat untuk sekadar menakuti dan mengingatkan orang-orang akan bahaya perbuatannya. Tergantung bagaimana kita menyikapinya lagi-lagi.

Orang Sunda sendiri percaya akan adanya hantu yang dinamai Jurig Jarian. Nama tersebut memang kurang familiar, tapi bagi orang Sunda, Jurig adalah satu hantu yang ditakuti.

Hingga kini belum ada yang bisa menjabarkan bagaimana wujud Jurig secara pasti. Jelasnya, hantu itu sduah menjadi momok bagi orang Sunda, khususnya anak-anak, yang bisa dibilang, kalau Jurig mampu membawa penyakit pada mereka.

Pada dasarnya, Jurig itu berarti hantu, sementara Jarian adalah sampah. Jurig Jarian dipercaya menghuni dan kerap mengganggu anak-anak di dekat tempat sampah.

Beberapa orang mengaku, wujud Jurig seperti anak kecil berkepala botak. Namun, orang lain menganggap kalau Jurig adalah berwujud hantu perempuan yang menyeramkan.

Hantu Jurig Jarian hanya akrab di telinga orang Sunda saja. Konon, hantu tersebut tidak sering menampakkan diri pada sembarang orang.

Orang-orang Sunda percaya, ‘penghuni tempat sampah’ itu akan muncul di waktu sore hari menjelang Magrib. Makanya, masyarakat setempat mewanti-wanti agar tak usah membuang sampah pada waktu-waktu tersebut.

Selain menakuti, Jurig Jarian konon kerap mengincar anak kecil dan ibu hamil saja. Saat mengganggu anak kecil, hantu tersebut akan mengembuskan penyakit yang membuat mereka demam, meriang, atau bentol-bentol dengan rasa gatal yang luar biasa.

Sementara untuk perempuan hamil, maka ia akan merasuki raganya dan membuat wanita hamil tersebut kesurupan. Banyak pendapat, jika hantu tersebut memang aneh. Apa pasal? Sebab pada umumnya, hantu tidaklah memilih-milih korbannya

Pada akhirnya, Jurig hanya dianggap sebuah kearifan lokal penyampai pesan leluhur, agar anak kecil dan ibu hamil jangan sampai beraktivitas di sekitar tempat sampah. Hal tersebut tentu memiliki alasan kuat, yaitu anak-anak begitu mudah sakit.
Sementara janin dalam kandungan ibu hamil juga rentan terganggu perkembangannya, saat si ibu melakukan kontak dengan bakteri. Meski mitos, nyatanya cerita legenda tersebut berhasil membuat anak-anak berpikir ulang jika ingin bermain di sekitar tempat pembuangan sampah.