Sekira 30 menit kemudian, Bang Yusuf pamit. Aku tetap di warkop itu, menunggu info kejadian atau hal lain yang berhubungan dengan liputan.

Warkop mulai ramai. Satu per satu pelanggan datang. Aroma kopi pun semakin terasa di seluruh sudut ruangan.

Berulang kali aku membuka aplikasi perpesanan instan di ponselku, berharap ada informasi liputan, tapi tidak satupun info masuk. Beberapa grup jurnalis memang 'ramai' dengan chat, tapi semua hanya berisi candaan.

Aku memutuskan untuk pergi ke kantor polisi, dan menemui Kasat Reskrim. Semoga saja ada perkembangan atas kasus pembunuhan Riska.

Setibanya di ruangan Kasat Reskrim, seperti biasa, dia mempersilakan aku untuk duduk.

"Sendiri San? Teman lain mana? Mau tanya kasus apa lagi?," tanyanya.

Aku menanyakan beberapa hal tentang kasus pembunuhan Riska. Mulai dari keterlibatan pelaku lain, keterlibatan keluarga korban, hingga motif lain selain ingin merampas ponsel milik korban.

Kata dia, dari hasil penyidikan, pelaku mengaku melakukan aksinya seorang diri, motif pelaku pun masih sama, yakni ingin merampas ponsel milik Riska, tapi Riska melawan.

Dia menghentikan penjelasannya, saat seorang pria, yang merupakan penjual di kantin polres, masuk membawa dua cangkir kopi susu dan sejumlah makanan ringan.

"Ngopi dulu, San," kata dia menawarkan, setelah pria itu kembali keluar.

"Siap Bang, terimakasih," jawabku.

Dia melanjutkan penjelasannya. Menurutnya, polisi memang curiga ada pelaku lain selain Syachrul, tapi untuk sementara waktu, petunjuk yang ditemukan memang hanya pada satu pelaku.

Saat ini, kata dia, polisi sedang merampungkan berkas perkara kasus itu. Jika semua berjalan lancar, kemungkinan besar pelimpahan berkas ke kejaksaan akan dilakukan pada pekan ini.

"Mudah-mudahan minggu ini sudah tahap satu. Kalau kejari anggap lengkap, nanti kita lanjut tahap duanya. Semoga langsung P21," harapnya.

Pelimpahan tahap satu adalah pelimpahan berkas perkara. Jika jaksa menilai berkas sudah lengkap atau P21, maka selanjutnya akan dilakukan pelimpahan tahap dua, yakni pelimpahan berkas perkara dan tersangka pada pihak kejaksaan.

Tapi, jika jaksa menilai berkas belum lengkap, maka polisi harus melengkapi hal-hal yang menjadi petunjuk jaksa.

Setelah menghabiskan kopi, aku pamit. Sepertinya dia juga ada kegiatan yang harus dilakukan, karena berulang kali dia membuka aplikasi perpesanan instan pada ponselnya.

"Bang, saya jalan dulu. Terimakasih untuk penjelasannya tadi," kataku sebelum keluar dari ruangan.

Entah kenapa, tapi tetiba aku ingin melihat langsung lokasi pembunuhan dan penemuan mayat di danau di utara kota itu.

Kupacu sepeda motorku dengan lebih cepat daripada biasanya. Beberapa lampu pengatur lalulintas aku lewati. Hampir saja aku menabrak pengendara sepeda motor lain, yang mendadak mengerem laju kendaraannya.

Matahari masih cukup terik bersinar, meski sedikit demi sedikit mulai bergeser ke arah barat. Tapi di tepi danau, sinarnya sedikit terhalangi oleh dedaunan pohon.

Kata beberapa temanku, saat siang hingga sore, danau ini menjadi tempat berpacaran. Tetapi kalau malam, lokasinya menjadi sangat sunyi dan gelap.

Mungkin dia benar, pada beberapa titik di tepi danau, beberapa pasang pemuda dan pemudi tampak asyik bercengkrama. Seorang gadis manis yang duduk di atas motor bersama kekasihnya, tampak mencubit paha teman prianya, kemudian tertawa manja.

Pada jembatan berwarna biru, yang menuju tengah danau, dua pria berjaket dan mengenakan topi, sedang menunggu kailnya dimakan oleh ikan. Sementara tidak jauh dari situ, di sekitar tengah danau, seekor ikan melompat keluar dari air, dan kembali masuk.

Aku merasa ada yang aneh di belakangku. Saat menoleh, sosok gadis bergaun biru, dengan kalung berliontin 'R' ada di situ. Ya, Riska ada di belakangku.

Dia mendekatiku, aku tidak tahu apakah dia melayang atau berjalan. Yang pasti dia semakin dekat.

Seperti biasanya, dia tidak berkata-kata. Sorot matanya pun masih menunjukkan kesedihan.

Dia mendekatiku, semakin dekat dan semakin dekat, sampai akhirnya dia menggenggam jemariku, seperti beberapa pasang kekasih yang saling menggenggam di tepi danau itu.

Aku menatapnya, dan dia membalas dengan tatapan dalam yang aneh. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat tetiba dia mencium bibirku, dia mengulumnya, aku bisa merasakan lidahnya yang basah. Kemudian dia melepaskan ciumannya, lalu pergi dan menghilang.

Aku mencarinya, menoleh ke beberapa arah, tapi dia tidak terlihat. Hanya ada beberapa makhluk lain, yang sepertinya berasal dari dunia yang sama dengan hantu Riska.

Aku kaget, karena tetiba makhluk-makhluk itu ada di sekelilingku. Satu makhluk terlihat duduk di atas perahu di tepi danau. Tubuhnya sangat kurus, dengan kepala plontos dan bola mata besar seperti mau meloncat keluar.

Di atas pohon yang tepat berada di belakangku, sosok lain yang tak kalah seram sedang duduk di dahan. Bentuknya seorang wanita tua, dengan rambut putih terurai. Pada pergelangan kakinya, dia memakai gelang berlonceng. Payudaranya terjuntai turun hingga ke perutnya. Saat dia menyeringai, dua taring berwarna putih terlihat.

Sosok lain ada di antara sepasang kekasih yang tidak jauh dari tempatku. Saat si pria merangkul pundak kekasihnya, sosok berbulu dengan mata merah duduk dengan kepala bersandar pada paha si gadis. Dia meniup-niup paha si gadis.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Bulu kudukku berdiri melihat itu semua. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan. Hanya melihat semua makhluk itu.

Tetiba satu makhluk lain yang entah datang dari mana, naik ke atas boncengan sepeda motorku. Tingginya hanya sekira 60 sentimeter, dengan tubuh gempal dan perut gendut. Yang aneh dari sosok ini adalah bibirnya tidak horizontal, tetapi vertikal. Refleks aku mengibaskan tanganku, agar makhluk itu turun.

Dia seperti kaget karena aku bisa melihatnya, lalu di beringsut turun dan pergi ke tempat lain.

Bersambung