Menurut Rini, orang pintar itu mengatakan, hantu jangkung tersebut akan selalu muncul saat Rini terancam bahaya. "Saya heran, dia sudah lama tidak muncul, tapi tiba-tiba datang lagi," ucapnya khawatir.

Rini mengernyitkan dahinya. Tatapannya padaku menjadi sedikit aneh. Mungkin dia curiga aku berniat mencelakainya, karena tiba-tiba saja hantu jangkung itu kembali muncul.

Obrolan kami menjadi sedikit kaku. Aku yakin dia benar-benar curiga padaku. Perubahan sikapnya benar-benar kentara. Rini bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan rasa curiga.

Dia bergeser menjauh beberapa sentimeter dari tempat awal, lalu dia mengeluarkan ponselnya, memencet-mencet layar, kemudian memasukkan kembali ke dalam kantong.

"Eh, saya sudah aktifkan lokasiku, sudah konek ke HPnya temanku, jadi ke mana pun saya pergi, temanku bakal tahu lokasiku," ucapnya.

Awalnya aku tidak paham maksud perkataan itu, tapi setelah menghubung-hubungkan dengan kejadian dan sikapnya yang tiba-tiba berubah, aku menduga dia mencoba memperingatkan aku, agar tidak berbuat jahat padanya.

"Kamu curiga aku mau ngapa-ngapain kamu ya?," tanyaku tanpa tedeng aling-aling.

Rini memaksa diri untuk tertawa. Dia tidak membantah atau membenarkan dugaanku. Lalu menyulut sebatang rokok dan berdiri dengan tangan sedekap, menatap kosong ke laut yang gelap.

Tanpa menoleh, Rini kembali berujar padaku. Dia mengaku sejak mengetahui niat pacarnya, dia curiga pada setiap orang. Apalagi jika hantu jangkung itu muncul.

"Sekarang coba kamu bayangkan. Hantu jangkung itu tidak pernah muncul selama bertahun-tahun. Tapi saat saya bertemu kamu, dia tiba-tiba datang. Apa salah kalau saya curiga?," tanyanya.

"Tidak salah kalau kamu curiga. Apalagi dengan kejadian aneh yang kamu alami. Tapi kan kita kenal bukan baru dua atau tiga tahun, Rin," jawabku membela diri.

Jujur saja, aku mulai tersinggung dan merasa tidak nyaman dengan kecurigaannya. Karena aku sama sekali tidak punya niat jahat pada Rini. Bagaimana bisa aku berniat mencelakainya jika aku sangat mencintai gadis 'aneh' itu.

Tapi sepertinya malam ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan hal itu. Karena penjelasanku bisa saja membuatnya semakin curiga.

"Terus kenapa dia datang lagi?," Rini mengulang pertanyaannya.

"Mana saya tahu, Rin. Mungkin dia cemburu karena kita dekat. Kan paranormalnya bilang kalau hantu itu suka sama kamu," jawabku sekenanya.

Rini menoleh ke arahku, tapi tubuhnya masih menghadap ke lautan luas. Sepertinya aku salah menjawab pertanyaannya. "Dia cemburu sama kamu? Kok bisa?," dia bertanya penuh selidik.

Baru kali ini aku dibuat tidak bisa banyak bicara di hadapan cewek. Mungkin jika pertanyaan itu disampaikan oleh gadis lain, aku akan spontan menjawab bahwa aku menyukainya. Tapi, gadis ini adalah Rini, perempuan yang sejak bertahun-tahun lalu aku menyimpan rasa.

"Jawabanmu masuk akal. Bisa saja hantu itu cemburu. Tapi kenapa? Kenapa dia harus cemburu sama kamu?," ulangnya.

"Ha ha ha ha... Aku jawab sekenanya kok, Rin," aku mencoba menutupi perasaanku. Aku tidak mau dia tahu bahwa aku menyukainya.

"Kalau kamu tidak bisa kasih jawaban yang jelas, saya anggap hantu itu datang untuk menyelamatkan aku dari niat jahat orang lain," dia mencoba memancingku.

Aku sedikit terpancing. Lebih baik dia tahu bahwa aku menyukainya, daripada dia mengira aku berniat mencelakainya. Tapi keduanya bukan hal yang menguntungkan aku pada saat ini.

Rini menatapku tajam. Membuat aku semakin salah tingkah. Ujung hijabnya yang berkibar, membuatnya terlihat seperti rambut sailor moon yang tertiup angin. Cukup menakutkan menurutku.

"Iya, mungkin hantu itu cemburu karena dia tahu bahwa sejak lama aku suka kamu. Atau mungkin dia juga tahu bahwa kamu menyimpan rasa yang sama untukku," jawabku penuh spekulasi.

Rini terbatuk. Sepertinya dia tersedak asap rokoknya sendiri. Lalu dia tertawa keras. Beberapa pengunjung pantai menoleh ke arahnya. Tapi dia cuek.

"Kamu beneran? Tidak salah minum obat kan?," tanyanya seolah tak percaya.

Dia melangkah menuju ke arahku. Tiba-tiba tangannya terulur ke arah dahiku. Dia menempelkan punggung telapak tangannya di situ, kemudian menggeleng sambil tertawa. Kali ini tawanya lebih keras. "Sedikit hangat ha ha ha," ejeknya.

Aku tersenyum kecut menanggapi candaannya. Meski hatiku mulai lega. Rini tidak lagi menjaga jarak seperti tadi.

Sepertinya aku mulai berubah pikiran, dan mencoba peruntunganku. Otakku berpikir cepat. Mumpung suasana hati Rini sedang bagus dan aku juga terlanjur mengatakan bahwa aku menyukainya.

"Rin, saya serius lho bilang suka sama kamu. Ini sudah lama tersimpan. Cuma saya tidak pernah dapat waktu yang pas untuk bilang ke kamu," kataku.

"Ha ha ha... Wajahmu kok serius banget? Santai aja kali. Siapa tahu saya juga suka kamu, kan gayung bersambut," godanya.

"Gimana kalau kita jadian aja, kita lihat apakah makhluk jangkung itu akan datang lagi?," usulku sekenanya, sambil mencoba meraih jemarinya.

Jawaban Rini sungguh di luar dugaan. Aku tidak bertepuk sebelah tangan. Rini  menerimaku, meski dia menjawab 'tembakanku' dengan tawa kerasnya.

"Ha ha ha... Iya, jadi mulai sekarang kita pacaran?," godanya lagi.

"Iya, mulai hari ini kita pacaran. Kita lihat apa yang bisa dilakukan hantu jangkung itu," ujarku.

Tiba-tiba Rini terdiam. Wajahnya kembali tegang, persis seperti saat dia melihat hantu jangkung tadi. Aku menoleh ke arah tatapan mata Rini. Dugaanku benar. Hantu itu datang kembali. Sorot matanya tajam ke arah kami berdua.

Hantu jangkung itu terlihat marah bercampur kecewa. Tapi dia tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiri sambil terus mengawasi kami.

Rini menggenggam jemariku erat. Jarinya basah oleh keringat dingin. Aku membalas genggamannya untuk menyemangati.

Aku mengajak Rini untuk pulang, sekaligus untuk melihat reaksi hantu jangkung itu. Apakah dia akan menghalangi jalan kami atau hanya melihat dari jauh.

Saat aku dan Rini melangkah menuju area parkir untuk mengambil sepeda motor, hantu jangkung itu tidak bergerak dari tempatnya. Hanya sorot matanya yang mengikuti kepergian kami.

"Sepertinya benar, dia cemburu padamu," bisik Rini padaku.