Cerita duel berdarah itu begitu cepat menyebar. Pak Beni memang dikenal kebal. Dia disebut memiliki jimat. Masyarakat Bugis-Makassar menyebutnya kulau bassi. Sebuah mestika kecil bulat, yang membuat kebal tubuh pemiliknya.

Cermis.id - Pertikaian makin tak seimbang. Pak Beni kian tersudut dikelilingi puluhan orang. Parang dan tombak terus diarahkan ke tubuhnya. Puluhan Massa yang emosi secara bergantian menebas dan menusuk pak Beni. Namun, badan pak Beni seperti karet. Senjata yang diarahkan ke seluruh tubuhnya terpental begitu saja. Hanya bajunya yang terlihat sobek.

Pak Beni dikenal sebagai lelaki jagoan di kampung saya. Salah satu Kabupaten yang terkenal sebagai penghasil beras dan telur di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Peristiwa berdarah ini terjadi siang hari, pada 1985 lalu. Penyebabnya bisa dibilang sepele. Hanya karena sengketa lahan antar keluarga, seorang lelaki tewas ditebas di sebuah lahan pertanian.

Pelakunya adalah pak Beni (samaran). Ia terlibat duel terbuka dengan sepupunya sendiri di sebuah sawah yang terletak tepat di depan sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA). Duel dua lelaki bersenjatakan parang sontak membuat para siswa-siswi di SMA tersebut berteriak histeris.

Usia pak Beni yang telah di atas 40 tahun tampak membuat gerakannya lambat. Kerabatnya yang terlihat lebih muda darinya begitu gesit mengayunkan parang ke tubuh pak Beni. Tapi, yang terjadi kemudian adalah sepupu pak Beni yang terkapar. Darah segar tampak berceceran di atas tanah sawah yang kering. Suasana semakin menakutkan. Tak ada warga yang berani mendekat.

Usai duel berdarah itu, pak Beni terlihat diam sesaat. Tak ada luka yang terlihat di tubuhnya. Hanya beberapa baju yang sobek akibat tebasan parang. Melihat sepupunya sekarat dengan luka tebasan, pak Beni tetap membantu. Ia membopong tubuh sepupunya ke sebuah rumah sakit yang tak jauh dari lokasi duel mereka.

Kerumunan orang yang sejak tadi menyaksikan peristiwa itu terlihat panik. Tanpa diperintah, satu per satu mulai membubarkan diri. Cerita duel berdarah itu begitu cepat menyebar. Pak Beni memang dikenal kebal. Dia disebut memiliki jimat. Masyarakat Bugis-Makassar menyebutnya kulau bassi. Sebuah mestika kecil bulat, yang membuat kebal tubuh pemiliknya.

Kulau Besi. (islampengobatan.blogspot.com)

Entah dari mana pak Beni mendapatkan jimat itu. Namun, pak Beni sejak muda sering ditakuti kawan maupun lawan. Setiap muncul pertengkaran, ia selalu terdepan. Saat tebasan senjata mengarah ke tubuhnya, jangan harap akan muncul luka. Yang ada malah sang lawan yang terluka. Atau malah berlarian jika pak Beni datang.

Sehari pasca kejadian. Kabar duka itu datang. Sepupu pak Beni meninggal saat dirawat di Rumah Sakit. Suasana depan SMA itu kembali ramai dengan cerita soal pak Beni. Siang itu, pak Beni kembali terlihat di sawah yang jadi lokasi pertengkarannya kemarin.

Beberapa saat kemudian, puluhan pria bersenjatakan parang dan tombak tampak menuju ke arah pak Beni. Seorang siswi yang sejak tadi memperhatikan dari arah jendela mengenal beberapa orang tersebut.

"Itu keluarga korban yang meninggal kemarin. Wah bahaya, saya tidak mau lihat ini," ujarnya di tengah beberapa siswa yang sejak tadi mengintip dari arah jendela.

Tanpa aba-aba, puluhan orang itu sudah mengelilingi pak Beni. Satu orang langsung menyabetkan parang ke pak Beni. Dan direspons sama oleh puluhan orang lainnya. Satu melawan puluhan orang membuat pertarungan tak seimbang.

Pak Beni tak menyerah. Dia terus melawan dengan sebuah parang di tangan kanannya. Dia tak hanya bertahan, tapi juga bergerak menebas beberapa orang yang telah mengelilinginya. Darah kembali berceceran. Satu sampai dua orang dari kelompok massa itu tersungkur ke tanah.

Baju pak Beni sudah sobek dan lepas akibat sabetan parang yang terus berdatangan. Tapi tetap saja, pak Beni tak mempan parang dan tombak. Massa yang terus berdatangan tak kehabisan akal. Mereka mengunci tubuh pak Beni, melucuti senjatanya dan mulai mengikat.

Dari arah kejauhan teriakan histeris para siswa semakin menjadi. Puluhan massa itu lalu membawa tubuh hidup pak Beni pada sebuah sungai dekat sawah. Konon katanya, kulau besi akan kalah jika menyentuh air. Massa yang kian beringas melempar pak Beni ke air. Dan belasan orang lalu ikut melompat ke bawah.

Beberapa saat kemudian puluhan polisi muncul. Dengan mobil dan motor mereka terparkir di depan sawah. Petugas lalu menuju lokasi. Warga diminta membubarkan diri. Dan lokasi kejadian lalu disterilkan.

Entah apa yang terjadi saat itu. Karena saya bersama para siswa hanya dapat menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan. Hanya kabar duka yang kami dengar keesokan harinya. Pak Beni bersama tiga orang massa lainnya tewas akibat peristiwa itu.

Kulau besi milik pak Beni tak ditemukan. Katanya, saat tubuh pemilik kulau besi menyentuh air, maka kesaktian yang dimilikinya juga akan hilang. Benda logam yang sebelumnya tak mampu menembus, akan mudah ditembus saat tubuh menyentuh air.

Cerita warga berkembang dengan cepat. Ada yang penasaran dan berusaha mencari letak jimat kebal milik pak Beni di sungai. Tapi tak pernah ada yang berhasil menemukan. Peristiwa berdarah itu terus diceritakan di kampung saya. Entah sudah berapa generasi yang mengetahui cerita ini. Tapi, beberapa bulan lalu, tepatnya pada 2018, adik sepupu saya yang berusia 16 tahun dan lahir di daerah tersebut masih mengetahui soal cerita itu.

Bersambung