Seperti yang sudah-sudah, keduanya berniat mengulang keintiman mereka. Tapi kali ini berbeda. Ferdi kurang bersemangat, padahal syahwatnya meninggi sebelum bertemu dengan Tari di kamar itu.

Menjelang 'puncak acara', Ferdi merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Tari tampak meringis menahan sakit. Ferdi merasa curiga, dan mencoba menanyakan pada Tari. Tapi, Tari tidak enggan menceritakan.

Bukan hanya wajah Tari yang menahan sakit. Ferdi juga sangat tidak menikmati pelayanan yang diberikan oleh Tari. Dia pun merasa gusar.

Tiupan angin dari pendingin ruangan, yang biasanya tidak mampu meredam kucuran keringat mereka, kali ini terasa sangat dingin. Perasaan Ferdi pun hampir sedingin itu.

Tanpa sengaja, Ferdi mengetahui bahwa ada luka melepuh pada kemaluan Tari. Bentuknya pun, menurut Ferdi sangat tidak mengenakkan. Membuat nafsunya spontan menghilang.

Ferdi geram karena Tari tidak mengatakan sejak awal. Dia memaki Tari dengan sebutan pembohong.

"Aku juga tidak tahu kenapa sebagian anggota tubuhku melepuh. Semua terjadi secara tiba-tiba," Tari mencoba membela diri.

Tapi Ferdi terlanjur marah. Dia masuk ke toilet untuk membersihkan diri, kemudian mengenakan pakaiannya, dan pergi meninggalkan Tari yang masih terisak di kamar itu.

Sambil menahan perih, Tari membasuh wajah dan sebagian tubuhnya. Saat air dari shower mengenai luka lepuhnya, Tari meringis.

Saat ini Tari benar-benar takut dan bingung. Dia bukan hanya takut Ferdi meninggalkannya, tapi juga takut terhadap dampak dari itu.

Jika Ferdi meninggalkannya, maka otomatis dia tidak mempunyai penghasilan. Semua fasilitas dan kemudahan yang diberikan Ferdi, akan lenyap. Itu berarti, keberlangsungan hidup keluarganya juga turut terancam.

Tari kembali berbaring di ranjang. Dia masih belum mau pulang. Dia memutar otak, mencari cara agar Ferdi tidak meninggalkannya. Atau setidaknya, jika Ferdi meninggalkannya, dia harus memiliki sumber pendanaan lain.

Hampir dua jam Tari hanya berbaring sambil berpikir. Sesekali tangannya meraba bagian tubuhnya yang melepuh, yang sekarang mulai sedikit menghitam dan mengeluarkan bau tak sedap.

Tari membulatkan tekadnya untuk kembali menemui Mbah Sarno. Dia akan menghadapi segala risiko atas apa yang akan diperbuatnya. Dia berniat untuk meminta pengasihan lain selain susuk, atau jika itu tidak bisa, dia akan melakukan ritual untuk pesugihan.

Setelah check out dari hotel, Tari kembali memacu sepeda motornya menuju selatan kota, tempat Mbah Sarno membuka praktek sekaligus rumahnya.

Jalanan sore itu tidak terlalu padat, meski juga tidak terlalu lengang. Matahari mulai beranjak menuju peraduannya. Cahayanya tidak lagi menyengat seperti beberapa jam lalu.

Tari hanya butuh waktu kurang dari setengah jam untuk tiba di rumah Mbah Sarno. Setiba di sana, Tari harus menunggu, karena masih ada dua 'pasien' Mbah Sarno yang harus dilayani.

Setelah tiba gilirannya, Tari langsung menjelaskan tujuannya. Mbah Sarno hanya mengangguk-angguk mendengarkan Tari menuturkan niatnya.

Mbah Sarno mengulang penjelasannya tadi pagi, bahwa Tari tidak bisa lagi memasang susuk dalam waktu dekat. Setidaknya dia harus menunggu 40 hari, itu pun dengan syarat yang cukup berat.

Demikian pula dengan niatnya untuk memasang ilmu pengasihan, agar Ferdi tetap menyukainya dan meninggalkan istri sahnya. Kata Mbah Sarno, itu sangat sulit dilakukan, karena istri Ferdi taat beribadah. Kecuali jika Tari bersedia melakukan puasa selama sepekan. Ada kemungkinan Ferdi akan kembali menyukainya.

"Tapi saya tidak bisa menunggu selama itu, Mbah. Paling lama tiga hari saya harus bisa dapatkan Ferdi kembali, atau sudah bisa merasakan hasil dari pesugihanku," pinta Tari mengiba.

Untuk pesugihan, menurut Mbah Sarno, bisa didapatkan dalam waktu tiga hari. Syaratnya, Tari harus mau dijadikan isteri oleh genderuwo. Genderuwo itu akan mendatanginya mulai malam ini hingga tiga malam ke depan. Setelah itu, Genderuwo tersebut hanya akan mendatanginya pada malam Jumat kedua dan keempat setiap bulannya.

Tari juga harus menyiapkan sesaji setiap malam Jumat Pahing, yang diletakkan di bawah tempat tidurnya.

"Syarat lain, kamu tidak boleh berhubungan badan dengan lelaki lain selain suamimu dan genderuwo itu. Kalau kamu setuju, Mbah bisa mendatangkan dia sekarang juga," lanjut Mbah Sarno.

Jika Tari berhubungan badan dengan laki-laki lain, maka Tari dan laki-laki itu akan tewas akibat murka genderuwo.

Mbah Sarno kemudian menyuruh Tari untuk mengunyah semacam pinang. Lalu hasil kunyahan tersebut diletakkan pada semacam piring kecil yang berisi minyak, entah minyak apa namanya. Baunya harum seperti dupa.

Dia mencampur minyak itu dengan bekas kunyahan Tari, lalu memasukkan beberapa kembang serta kemenyan, dan membakarnya.

Asap putih mengepul dari piring kecil itu, wangi dupa memenuhi ruangan kecil yang temaram. Baunya semakin lama semakin menusuk. Seiring dengan semakin tebalnya asap yang ditimbulkan.

Mata Tari mulai perih dan berair akibat asap yang kini berubah warna menjadi kehitaman, yang perlahan membentuk sesosok tubuh hitam berkuku panjang. Makhluk itu jauh lebih menyeramkan daripada yang dibayangkan Tari.

Matanya sebesar bola tenis, dengan hidung besar. Bibirnya berwarna hijau. Lidahnya menjulur dan meneteskan air liur kental berwarna kekuningan. Tari hampir saja muntah melihat genderuwo itu.

Apalagi, saat dia melihat ke bagian bawah perut makhluk itu, sesuatu sebesar tongkat bisbol, tergantung di sana. Pikiran Tari melayang ke mana-mana. Dia bergidik ngeri.

Mbah Sarno menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan Tari pada genderuwo itu. Termasuk kesediaan Tari untuk menjadi isteri sosok menyeramkan tersebut. Genderuwo itu mengangguk-angguk sambil mengelus-elus tongkat bisbol miliknya, lalu tertawa keras.

Tari bergidik ngeri, tapi dia sudah kepalang tanggung. Niatnya pun sudah bulat, untuk bisa mendapatkan pesugihan. Apa pun rosikonya, dia akan jalani.

Genderuwo itu membisikkan sesuatu pada Mbah Sarno. Mbah Sarno terdiam sejenak, lalu mengangguk-angguk. Kemudian dia menjelaskan pada Tari, bahwa genderuwo itu ingin bersetubuh dengan Tari saat ini juga.

Tari segera mengiyakan. Dia mengangguk, dan berbaring di atas dipan di tempat itu untuk melayani 'suami barunya'.

Tari menutup matanya karena merasa ngeri dan jijik. Tapi itu hanya berlangsung pada menit pertama. Menit selanjutnya, Tari mulai merasakan sesuatu yang berbeda, yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Ajaibnya lagi, setelah genderuwo itu menuntaskan hasratnya, seluruh luka melepuh yang ada pada tubuh Tari, sembuh seketika. Dia juga merasa lebih segar.

Setelah semua ritual itu selesai dilakukan, dan genderuwo itu pergi, Tari berpamitan pada Mbah Sarno. Dia bergegas menuju pulang. Semangatnya kembali muncul.

Setibanya di rumah, Tari berniat menyimpan tasnya di lemari. Tapi dia kaget saat melihat tumpukan uang di dalam lemarinya. Padahal lemari itu dalam kondisi terkunci, dan hanya Tari yang menyimpan kuncinya.

"Mungkin ini dari genderuwo tadi," ucap Tari dalam hati.

Malamnya, Tari meminta agar suaminya tidur bersama Puput di kamar sebelah, dengan alasan, Tari ingin tidur sendirian selama tiga malam ini. Suaminya menuruti keinginan Tari.

Setelah tengah malam, genderuwo itu benar-benar hadir dan menyetubuhinya. Tari merasa sangat terpuaskan. Dia bahkan merasa enggan bersetubuh dengan orang lain, kecuali dengan genderuwo itu.

Selama tiga hari berturut-turut, genderuwo itu mendatanginya, dan selama itu pula, selalu muncul segepok uang di laci lemari pakaiannya.

Bersambung