Tiba-tiba kemaluannya terasa perih dan panas, seperti ada sesuatu yang membara memasukinya. Tari segera menuju kamar mandi, dan memeriksa kemaluannya.

Ada sesuatu yang keluar dari kemaluannya, bentuknya seperti beras, hanya saja ukurannya agak sedikit lebih besar, ujung benda berwarna keemasan itu berbentuk bulat. Sekilas seperti kemaluan laki-laki berukuran mini.

Beras dari emas itu terjatuh di lantai kamar mandi, seiring dengan munculnya asap tipis berwarna kehijauan dari benda itu.

Perlahan asap itu semakin menebal, dan membentuk sosok makhluk kurus berkulit hijau dan berperut buncit. Tingginya hampir mencapai atap kamar mandi.

Makhluk berbau anyir itu menatap Tari yang masih jongkok di kamar mandi, lalu meludahi wajah Tari, sambil menggumam tidak jelas. Kemudian menghilang.

Tari ketakutan melihatnya. Baru kali ini dia melihat makhluk itu. Begitu juga dengan beras emas yang keluar dari kemaluannya.

Setelah sedikit tenang, Tari menyiram kemaluannya yang masih terasa panas.  Tapi siraman air itu tak banyak membantu. Dia masih merasa panas dan perih. Saat dia kembali memperhatikan, kemaluannya tampak melepuh.

Di ruang tengah rumah Tari, anaknya, Puput asyik memaini tas hitam milik ibunya. Sejak tadi dia menginjak-injak bungkusan hitam yang ditemukan di dalam tas ibunya. Kemudian memakai lipstik yang juga diambilnya dari dalam tas Tari.

Di dalam kamar mandi, Tari meringis dan hampir berteriak menahan sakit. Kali ini bukan hanya dari kemaluannya, tapi rasa sakit juga muncul dari mata kanan dan bibirnya.

Seperti tadi, beras berukuran besar yang terbuat dari emas, keluar melalui bibir bawah dan kelopak mata kanannya, diikuti dengan melepuhnya kulit di sekitarnya.

Kali ini Tari benar-benar tidak bisa menahan sakit. Dia menangis di dalam kamar mandi. Wajahnya tampak tua dan jelek, ditambah dengan luka melepuh pada bibir dan sekeliling matanya.

Dia bukan hanya menangis karena sakit. Tapi karena susuk emas yang dipasangnya pada ketiga bagian tubuhnya itu, keluar secara tiba-tiba.

"Aku tidak pernah terlambat memberi sesaji dan tidak melanggar pantangan, kenapa susuk ini bisa lepas?," tanyanya dalam hati.

Meski rasa perih dan panas masih dirasakan, Tari keluar dari kamar mandi, dan kembali ke kamarnya. Dia bercermin di depan meja riasnya. Wajahnya benar-benar sangat tidak menarik, kusam dan tidak bercahaya.

Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Lalu bergegas keluar dari kamar dan menuju ruang tengah, tempat biasanya dia menonton televisi bersama keluarganya.

Jantungnya berdetak kencang. Tari baru ingat bahwa tas hitamnya tertinggal di meja ruang tengah.

Selama ini tas itu tidak pernah lepas dari tangannya. Ke mana pun dia pergi, tas itu selalu dibawa. Di dalam tas itu ada bungkusan jimat yang diberikan oleh Mbah Sarno, dukun terkenal yang tinggal di selatan kota.

Tas itu tidak pernah diletakkannya di lantai atau di tanah, karena salah satu pantangan terkait susuk yang dipasangnya di ketiga bagian tubuhnya, adalah tidak boleh meletakkan jimat itu di lantai atau tanah.

Jantung Tari seperti mau copot saat tiba di ruang tengah. Tasnya tergeletak di lantai, dan isinya berhamburan. Tidak jauh dari tas itu, dia melihat Puput dengan wajah cemong, menendang jimatnya yang berupa bungkusan hitam.

"Pupuuuut!!!... Berhenti!!... Kamu ini ya, kenapa tasnya ibu kamu bongkar-bongkar?," teriaknya sambil mencubit paha Puput.

Puput menangis. Tapi Tari tidak berhenti sampai di situ. Tari menjewer telinga Puput dan menempeleng pipi Puput, lalu kembali mencubitnya dengan gemas.

Puput menangis histeris. Belum pernah ibunya semarah ini. Padahal menurut Puput, yang dilakukannya bukan hal yang keterlaluan.

Tari seperti kesetanan. Dia jauh lebih mengerikan daripada emak-emak yang anaknya menghilangkan satu set Tupperware. Tangannya beringas mencubit dan menjewer Puput.

Puput menangis semakin keras, membuat Aldi, ayahnya, yang tadi sedang mencuci motor di halaman, masuk ke dalam untuk melihat apa yang terjadi.

Dia tersentak melihat istrinya memarahi Puput seperti kesetanan. Keterkejutannya bertambah, saat dia melihat wajah istrinya, yang tampak tua dan ada luka melepuh pada bibir dan sekitar matanya.

"Kamu kenapa? Kenapa sampai seperti itu memarahi Puput?," tanyanya pada Tari, setengah membentak.

Tari seperti tidak peduli. Dia terus memarahi Puput, hingga akhirnya Puput lari ke pelukan ayahnya.

Tari menatap keduanya dengan sorot penuh emosi, kemudian dia mandi dan segera pergi ke rumah Mbah Sarno. Dia berniat mengadukan kejadian tadi, sekaligus akan meminta agar susuknya dipasang kembali.

Susuk itu sangat berguna untuk Tari. Dengan susuk itu, dia mampu memikat seorang pengusaha di kotanya, sehingga dia mendapatkan banyak materi dari pengusaha itu.

Masing-masing susuk yang dipasang, memiliki efek yang berbeda untuk pengusaha itu dan orang lain yang melihatnya. Susuk pada mata, membuat orang yang melihat Tari, tertarik pada tatapannya.

Sedangkan susuk pada bibir, membuat bibirnya tampak menarik dan kalimat yang keluar dari bibir itu, selalu diperhatikan oleh orang. Kedua susuk itu juga membuat wajahnya terlihat segar, berkilau dan awet muda.

Sementara susuk yang dipasangnya pada kemaluan, membuat pengusaha selingkuhannya, merasa ketagihan dan selalu ingin bercumbu dengan Tari.

Awalnya, suami Tari tidak mengetahui bahwa Tari memiliki selingkuhan dan menjadi simpanan pengusaha itu. Lama kelamaan dia tahu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena selama ini dia tidak memiliki pekerjaan tetap. Padahal anak dan istrinya membutuhkan makan untuk tetap hidup.

Sejak menjadi simpanan pengusaha itu, Tari mengambil alih tugas suaminya sebagai tulang punggung keluarga. Dia yang membiayai seluruh kebutuhan rumah, mulai dari pasta gigi hingga  celana dalam suaminya.

Beberapa lampu pengatur lalulintas sudah dilewati oleh Tari. Deru kendaraan di jalanan tak dipedulikannya. Bahkan saat berpapasan dengan tetangganya di jalan, Tari tidak tahu. Dia fokus untuk secepat mungkin tiba di rumah Mbah Sarno.

Setibanya di rumah Mbah Sarno, Tari tidak berbasa-basi. Dia langsung menjelaskan yang terjadi. Sepertinya tanpa dijelaskan pun, Mbah Sarno sudah mengetahui apa yang terjadi

Tari meminta pada Mbah Sarno, agar susuk itu kembali dipasang. Namun Mbah Sarno mengatakan, hal itu tidak mungkin dilakukan. Tari sudah melanggar pantangan, yang membuat jin pengisi susuk murka.

Tari menangis dan meminta agar Mbah Sarno memberikan solusi, serta memasang susuk hari itu juga, karena Tari telah membuat janji untuk bertemu dengan pengusaha selingkuhannya.

"Tidak bisa, Nduk. Kamu sudah tidak bisa pasang susuk lagi. Kalaupun bisa dipasangi susuk, kamu harus menunggu selama empat puluh hari. Itu pun dengan ritual yang cukup berat," Mbah Sarno menjelaskan.

Tari pulang dengan perasaan campur aduk tak karuan. Dia bingung harus berkata apa pada selingkuhannya. Tari takut pengusaha itu meninggalkannya. Dia merasa kehidupannya seperti telur di ujung tanduk.

Saat bertemu di kamar hotel, Ferdi, selingkuhannya, tampak kaget melihat wajah Tari. Dahinya mengernyit seperti berpikir keras. Tatapannya seolah tak mengenal Tari.

"Wajah kamu kenapa? Kok kayak tambah tua?," Ferdi bertanya.

Tari terisak, tapi dia tidak mungkin menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Ferdi. Dia hanya mengatakan, wajahnya iritasi karena alergi makanan.

Bersambung...

  • Bagaimanakah kelanjutan ceritanya?‌‌
  • a. Ferdi memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Tari.‌‌
  • b. Ferdi menerima penjelasan Tari dengan baik, dan melanjutkan hubungannya.

Pilihan terbanyak pada kolom komentar akan jadi kelanjutan cerita.