Matanya Merah, Suanggi Itu Menatap ke Arahku

“Matanya merah. Suanggi itu menatap ke arahku ma, dia terbang di pohon bambu.”

Cermis.id – Anak itu berteriak histeris. Tangan kanan menutup kedua matanya, sementara tangan kiri terus menggenggam tangan ibunya. “Suanggi, suanggi,” teriak anak berusia sekitar 8 tahun itu.

Cerita Lainnya: Pengalaman Tinggal di Rumah Angker Milik Bangsawan Bali (1)

Si ibu yang kebingungan terus berusaha menenangkan sang anak. Keduanya lalu mempercepat langkah mereka melewati hutan bambu. Malam itu begitu sunyi.

Ibu bersama anak lelakinya itu baru saja usai menunaikan hajat kepada keluarga mereka di kampung sebelah. Jarak rumah mereka dengan kampung tetangga membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih jika berjalan kaki.

Susah Meninggal Gegara Ilmu Kanuragan

Sesampainya di rumah, sang anak masih terus menceritakan apa yang dilihatnya di hutan bambu tadi.

“Matanya merah. Suanggi itu menatap ke arahku ma, dia terbang di pohon bambu,” ujar sang anak.

“Stop nak. Itu mungkin cuma bayangan,” kata sang ibu berusaha menenangkan.

Belum usai diskusi anak dan ibu ini, sang ayah lalu memecah pembicaraan.

“Itu bukan suanggi nak, mungkin kelelawar yang kamu lihat,” ujar sang ayah yang sejak tadi mendengar pembicaraan keduanya.

Sudar merupakan anak pertama pak Ramli dan Bu Ani. Sejak menikah 10 tahun lalu, pak Ramli dan Bu Ani menetap pada sebuah kampung di wilayah Seram Timur, Provinsi Maluku.

Mengingkari Janji pada Ki Blendo Jin Penunggu Kampung (1)

Kampung mereka merupakan sebuah pulau yang luasnya sekitar 10 km. Pulau ini dikelilingi laut dengan sumber utama mata pencaharian kebanyakan penduduk adalah nelayan.

Anak Bu Ani ini begitu akrab dengan saya. Kami bertetangga dan punya hubungan yang baik. Bu Ani pernah ditinggal sang suami merantau sekitar 5 tahun. Sekembalinya dari rantau, pak Ramli membangun rumah mereka menjadi dua lantai.

Sebuah rumah batu besar di tengah perkampungan yang mayoritas rumah warga hanya beralas tanah dan bertiang kayu, jelas membuat rumah pak Ramli begitu mencolok. Akhir-akhir ini kampung kami sedang ramai cerita tentang suanggi.

Hal itu setelah seorang warga meninggal dengan tidak wajar. Pak Damis awalnya tak pernah mengeluh sakit. Tapi keesokan harinya, ia sudah ditemukan dengan badan membiru, dan salah satu organ tubuhnya hilang.

Hantu-Hantu di Menara Saidah (1)

Beberapa orang pintar curiga pak Damis meninggal karena dibunuh oleh suanggi. Makhluk jadi-jadian yang punya ilmu hitam. Seperti virus, cerita-cerita itu cepat tersebar ke mana-mana. Saking hebohnya cerita suanggi ini, seorang anak kecil seperti Sudar ikut dicekoki cerita tersebut.

Boneka Kayu Pembawa Petaka

Masalah inilah yang disebut bu Ani mengganggu sang anak. Pada malam hari, Sudar mengaku sering melihat wujud Suanggi di halaman depan rumahnya. Malam berikutnya, saat Sudar mengikuti ibunya berbelanja ke sebuah warung, Sudar kembali mengagetkan sang ibu.

“Itu ada suanggi ma, itu dia, saya takut. Dia sembunyi di dekat pohon,” ujar Sudar terus berteriak.

Teriakan histeris sang anak membuat Bu Ani terpaksa batal belanja pada malam itu. Keresahan Bu Ani akan tingkah laku Sudar membuatnya terpaksa memanggil orang pintar.

Ceramah di Pemakaman Desa

Orang pintar yang dianggap mampu menyembukan gejala ketakutan sang anak malah menganggap apa yang dilihat Sudar itu benar.

“Sudar ini punya kelebihan. Dia bisa melihat hal-hal tak biasa, termasuk makhluk halus,” ujar sang dukun.

Mendengar jawaban itu, Bu Ani semakin kebingungan.

Lampor dan Empat Kerdilnya Hampir Membunuh Kholil

Sikap aneh Sudar saat keluar malam hari semakin meyakinkan keberadaan suanggi di kampung mereka. Kabar soal suanggi juga membuat warga kampung secara bergantian melakukan ronda pada malam hari.

Istri Saya Seorang Parakang I

Saat tengah malam, Bu Ani juga sering terbangun mendengar suara orang melintas depan rumahnya. Kadang dia berpikir, itu adalah warga yang ronda. Namun, yang aneh menurutnya, ketika dia terbangun sang suami juga sering tak berada di sampingnya.

Lelaki Kebal Itu Tewas Saat Menyentuh Air

Hal inilah yang kerap diceritakan Bu Ani kepada kami, tetangga dekatnya. Ia merasa, ada keanehan dengan sang anak dan suaminya. Hal itu sudah 3-4 tahun lalu mulai dirasakannya.

Bersambung