Cermis.id - Seorang kawan dalam satu kesempatan, namanya Hajrah, bercerita tentang kisah-kisah keluarganya saat bertandang ke Gunung Kawi. Ia tidak meminta apa-apa di sana, mereka cuma ingin melihat kondisi gunung itu.
Menurutnya, Kawi itu memang sudah terasa nuansa mistik saat baru pertama kali menapakinya. Di Kawi, beberapa bangunan terpisah-pisah dan menyerupai rumah ibadah.
Ada klenteng, masjid, dan yang lainnya. Di Kawi juga, ada juru kunci yang biasanya bertanya maksud kita datang ke Kawi. Jika benar cocok, ia bisa menunjukkan dan mencotohkan cara berdoa untuk maksud tersebut.
"Saya bahkan diarahkan dan disodorkan pertanyaan yang menjurus ke ritual sesembahan yang saya memang tidak mau. Bisa-bisa nanti musyrik. Saya takut."
Konon, sekali lagi ini cuma konon, pernah ada seorang teman dari Hajrah yang ingin meminta dirinya hamil. Sudah beberapa lama, setelah menikah, perutnya belum ngisi. Ia gusar bukan main.
Untuk itu, ia pergi ke Kawi, meminta doa dan berkah yang entah pada siapa. Dalam sebuah rumah ibadah yang dirahasiakan apa nama tempatnya, ia diberi beberapa sesaji dan disuruh untuk mengalap berkah.
"Dalam rumah ibadah dia berdoa. Lalu sesudahnya, ia disuruh ke mana, saya kurang tahu. Yang penting berdoa dulu di situ," beber Hajrah.
Konon, setelah berdoa, ia pulang kembali ke rumahnya. "Saat itu, seusai berhubungan dengan suaminya, tak lama, ia kemduian hamil. Di situ dia bahagia sekali."
Hajrah lupa satu cerita bahwa ada pantangan yang dilakukan kawannya itu. Nah, pantangan apa, itu yang ia tak tahu. "Pokoknya dia langgar pantangan yang sudah ia setujui dengan juru kunci itu."
Perut kawannya itu sudah membesar. Kalau tidak salah, bulan ketujuh, janin dalam kandungannya tiba-tiba menghilang. "Ini kisah nyata, bukan karangan. Ini betul-betul terjadi," ujar Hajrah dengan mantap dan meyakinkan.
Kini, kawannya itu, menjalani hidupnya dengan normal-normal saja. Ia hanya sedih, sewaktu tahu kehilangan janin. Hingga beberapa hari dan bulan telah terlewati, pikirannya mulai meninggalkan kejadian aneh itu. Ia disebut tak lagi memikirkannya.
Ada juga satu cerita, Hajrah lagi yang menjadi penceritanya, kalau di dekat rumahnya, seorang pedagang ayam goreng, memakai pesugihan dari Kawi selama puluhan tahun.
Kini, usaha ayam gorengnya itu, sudah berkembang sedemikian pesat. Bahkan menu makin hari makin bertambha, seperti pecel dan nasi goreng, dan masih banyak lagi. Rukonya juga makin besar, dan pengunjung yang datang makin ramai.
Aku pernah mencoba makan di tempat yang dimaksud Hajrah itu. Rasanya tidak ada yang istimewa. Standar. Aku heran, kok warung begini selalu ramai dikunjungi pengunjung, ya?
Lalu Hajrah nyerocos, "eh, kau tidak pernah perhatikan kalau tengah malam itu, dia percikkan sesuatu ke depan warungnya? Ada mangkuk kecil yang diisi air dan daun suji. Pakai daun itu, ia percikkan garasi dan pagar rukonya."
Saya kaget dan tak percaya. Belum selesia kondisi itu, Hajrah ngomong lagi soal kondisi warung-warung makan di sekitar warung ayam goreng yang konon pakai pesugihan itu.
Di kiri dan kanan warung itu, menurut Hajrah, usaha-usaha makanan berat jadi sepi pembeli. Lama-lama, mereka akhirnya tutup karena kalah bersaing. Itu fenomena yang disimpulkan Hajrah, jika warung ayam goreng itu memang dibantu jin.
"Tidak ada yang bisa bertahan lama kalau berbisnis makanan di dekat dari warung ayam goreng itu. Semua redup perlahan-lahan. Istilah kekiniannya, kurang baik jaringannya di sekitar situ, hehe."
Kalimat akhir Hajrah bikin saya merasa kalau pesugihan memang tidak baik sama sekali. Kaya memang iya, namun ada kebahagiaan dunia juga yang ikut hilang. Naudzubillah.
"Pemilik warung ayam goreng itu, seharusnya sudah punya cucu. Anak semata wayangnya, jika hamil, entah kenapa, setelah melahirkan, bayinya tak lama hidupnya. Ada-ada saja sakit yang diderita kemudian meninggal. Janggal kan?"
Begitulah, Kawi dan orang-orang yang ngalap berkah di sana, memang masih sulit disimpulkan apakah rezekinya halal atau tidak. Sampai sekarang, Kawi masih ramai dikunjungi. Soal bersekutu dengan jin, itu masih menjadi misteri.