Mulyo kembali masuk ke dalam kamar. Dia tahu ada sesuatu yang aneh dari rumah ini. Mulyo juga tahu bahwa Aning pun merasakan hal yang sama. Tapi Aning tampak terlihat tenang. Tidak ada ekspresi ketakutan dari wajah Aning.

Keduanya saling bertatapan, mereka seperti tahu isi hati masing-masing. Lalu secara bersamaan keduanya saling peluk. Mereka saling menguatkan antara satu dengan lainnya.

Mulyo mengecup perlahan kening Aning, sambil memintanya untuk bersabar hingga masa kontrak di rumah itu selesai. Aning tersenyum dan memeluk pinggang Mulyo, sambil membisikkan sesuatu.

"Nggak papa, Mas. Aku nggak takut kok di sini. Cuma si Hari aja yang kadang masih nangis kalau ngeliat ke atas," ucapnya.

Keduanya melangkah ke tempat tidur. Hari dan kakaknya, Indra, sudah pulas di atas kasur. Mulyo dan Aning pun melaksanakan hak mereka sebagai pasangan suami istri.

Tapi, baru saja mereka memulai, suara langkah kaki itu kembali terdengar. Mulyo dan Hari mengabaikannya, sampai suara langkah kaki itu hilang sendiri. Tak lama berselang, suara garukan pada jendela kayu di kamar itu juga terdengar. Keduanya tetap tidak peduli, dan melanjutkan kegiatannya.

Seusai saling memuaskan, Aning berniat untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Dia keluar menuju toilet rumah itu. Tubuhnya hanya berbalut handuk.

Sekilas dia mendengar suara mirip dengan derit kayu dari arah kursi goyang. Spontan dia menoleh ke arah sumber suara. Kursi goyang itu bergoyang pelan dan statis, seperti ada orang di atasnya. Padahal saat dia melewati kursi itu, kursi tersebut tidak bergerak.

Aning melanjutkan langkahnya menuju toilet dan membersihkan diri. Api dari lampu minyak yang menjadi penerang tempat itu, sedikit bergoyang seperti tertiup angin. Nyalanya semakin redup saat tiba-tiba angin berdesir cukup kencang di dalam toilet.

Aning tahu, ada sesuatu yang tak terlihat yang coba menakutinya. Dia berdiri dan melangkah ke pintu toilet. Tapi, belum sempat dia membuka pintu, aroma wangi tercium di seluruh sudut toilet.

Aning tidak takut. Dia hanya merasa risih karena saat itu cuma berbalut handuk. Dia bergegas membuka pintu toilet dan melangkah keluar. Tapi langkahnya terhenti, karena sesosok nenek berdiri tepat di depan pintu.

Tatapan nenek itu menyorotnya tajam. Tapi nenek itu tidak berbicara. Bibirnya terkatup rapat. Rambutnya yang putih terurai panjang hingga ke lantai.

Aning terkejut melihatnya. Tapi dia segera sadar dari keterkejutannya, dan berjalan sedikit membungkuk saat lewat di depan nenek itu.

"Permisi nek," ucapnya.

Aning memang perempuan berani. Sejak kecil dia sering melihat makhluk halus. Aning tahu bahwa nenek itu adalah jin atau makhluk halus sejenisnya.

Nenek itu tak berkedip memandang Aning yang melangkah menuju kamar. Saat melewati kursi goyang, dia melihat seorang kakek duduk bersandar di situ, sambil menggoyangkan kursi. Kakek itu memangku seekor kucing hitam berukuran besar.

Ekor kucing tersebut cukup panjang, dengan mata berwarna kuning terang. Dia seperti keenakan dielus-elus oleh si kakek yang duduk dengan mata terpejam.

Aning tidak mempedulikan kakek dan kucing itu. Dia segera masuk ke kamar dan berpakaian.

Mulyo melihat ada yang aneh dari sikap istrinya. Tidak biasanya Aning berjalan tergesa-gesa seperti itu. "Kenapa Ning? Kok kayak buru-buru gitu?," tanyanya.

Aning tidak menceritakan yang dilihatnya tadi. Aning tahu bahwa Mulyo tidak bisa melihat makhluk-makhluk gaib. Dia tidak mau Mulyo berpikiran macam-macam dan mengkhawatirkan Aning.

"Nggak papa, cuma di luar dingin banget," jawab Aning.

Gantian Mulyo yang keluar kamar dan menuju toilet. Saat melewati kursi goyang, dia melihat kursi itu bergoyang-goyang, tapi tidak ada apa pun di situ. Dia tidak menghentikan langkahnya.

Saat berada di dalam toilet, dia juga mencium aroma wangi. Tapi tidak ada makhluk apa pun yang dilihatnya. Hanya saja, bulu kuduknya merinding.

Saat keluar dari toilet, tepat di depan pintu, Mulyo merasa ada sesuatu yang menyentuh wajahnya, tapi seperti tadi, tidak ada satu pun makhluk yang tampak di situ.

Dia masuk ke dalam kamar, berbaring di samping Aning yang sudah naik ke peraduan terlebih dahulu, di samping Hari dan Indra. Keduanya tidur nyenyak hingga pagi, tanpa menghiraukan suara-suara yang mengganggu dari luar kamar.

Seperti hari-hari biasanya, bahkan sebelum keluarga ini pindah ke daerah itu, Aning menyiapkan sarapan untuk Mulyo, sambil menyuapi anak-anak mereka.

Sekira pukul 07.00, Mulyo berangkat kerja. Dia harus pergi sebelum 07.15, karena jam kerjanya dimulai pukul 08.00. Sementara Mulyo harus menggunakan alat transportasi umum.

Rupanya hantu-hantu penghuni rumah itu tidak hanya beraksi saat malam saja. Seperti siang itu, saat Aning dan dua anaknya sedang makan siang. Tiba-tiba saja piring makan yang diletakkan di meja bergeser sekitar 10 sentimeter.

Kedua anak Aning melihatnya bergerak. Tapi mereka justru terlihat senang. Hari dan Indra mengira itu perbuatan ibunya. Sehingga setiap kali piring itu bergerak dan berhenti, mereka meminta pada Aning untuk menggerakkannya kembali.

Aning tidak tahu harus berbuat apa. Dia berpura-pura menggerakkan piring itu dari jauh, agar anak-anaknya senang dan tidak merasa takut.

Selain kejadian piring yang bergerak sendiri, lukisan orang yang ada di dinding juga kerap bergoyang sendiri atau letaknya menjadi miring. Kakek di kursi goyang, semakin sering memunculkan dirinya bersama si kucing.

Meski hantu-hantu itu tidak mengganggu dengan penampakan yang menakutkan, tapi Hari masih selalu ketakutan saat masuk ke dalam kamar dan menatap sudut atas ruangan sebelah kanan.

Selama hampir dua bulan, hantu-hantu itu seperti tidak kenal lelah menampakkan dirinya, menggoyangkan kursi, lukisan, menggaruk-garuk jendela, hingga melangkah dengan sendal diseret.

Hingga suatu hari pemilik rumah datang untuk menemui Aning dan Mulyo. Dia menanyakan kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh keluarga itu sejak menempati rumahnya.

Mulyo dan Aning menjelaskan semua yang dianggapnya aneh. Tidak satu pun kejadian yang dilewatkan. Aning bahkan bercerita tentang hantu-hantu yang dilihatnya. Cerita itu membuat Mulyo terkejut. Tapi Mulyo tidak banyak bertanya, karena pemilik rumah itu memberi penjelasan.

Ternyata sejak lama dia tahu bahwa rumah itu ada 'penunggunya', bahkan bukan hanya satu atau dua jenis, tapi cukup banyak. Dia membeberkan penunggu pada masing-masing tempat.

Katanya, mereka sudah lama sekali tinggal di situ, tetapi pada dasarnya mereka tidak suka mengganggu, hanya saja, mereka sengaja memunculkan diri pada penghuni baru, agar para penghuni baru mengetahui keberadaan mereka di tempat itu.

"Intinya semacam perkenalan. Jadi mereka ingin mengatakan bahwa mereka itu ada," jelasnya.

Namun, saat ditanya mengenai 'penunggu' kamar tidur, pemilik rumah mengatakan, di kamar tidur tidak ada 'penunggunya'. Dia justru mengaku heran saat diceritakan tentang ketakutan Hari jika melihat sudut itu.

Mulyo dan Aning pun mengajak pemilik rumah untuk memeriksa kamar tidur mereka. Setibanya di dalam, pemilik rumah tampak kaget. Wajahnya memucat saat melihat ke sudut yang dimaksud.

Dia buru-buru keluar, lalu mengatakan bahwa dia tidak tahu mengenai adanya makhluk yang sangat menyeramkan itu. Makhluk itu tidak pernah ada di rumah ini sebelumnya.

Jawaban pemilik rumah membuat Mulyo dan Aning berpikir. Pemilik rumah bahkan enggan merinci bentuk makhluk yang katanya sangat menyeramkan itu. Bahkan, hingga keluarga Mulyo pindah rumah setelah masa kontraknya selesai, mereka tidak pernah tahu makhluk apa yang sebenarnya menghuni kamar tidur itu.