Wulan melanjutkan ritualnya malam itu, berendam di pertemuan dua sungai. Dia menunggu sosok perempuan yang kata Pak Kromo, akan datang membantunya.

Belum cukup 10 menit Wulan melanjutkan ritualnya, telinganya kembali mendengar suara-suara aneh. Bukan gemericik air sungai, tapi seperti air yang mengalir ke sungai.

Dari atas rumpun bambu, mengalir air, seperti seseorang sedang buang air kecil. Wulan menoleh ke atas. Dia melihat sesuatu. Di bawah temaram cahaya bulan, sosok itu tampak seram. Meski samar, Wulan bisa melihat bahwa sosok itu tinggi besar, tubuhnya berbulu.

Makhluk itu dengan santainya buang air kecil ke sungai. Rasa jijik yang dirasakan Wulan melebihi rasa takutnya. Dia ingin marah dan keluar dari tempatnya berendam. Tapi, lagi-lagi peringatan Pak Kromo seperti terngiang di telinganya.

Makhluk itu meluncur turun, kemudian mendekati Wulan, sambil nyengir. Wajahnya sangat memuakkan. Air liurnya menetes, lidahnya menjulur keluar. Sorot matanya seperti ingin menelanjangi Wulan.

Wulan mengabaikan makhluk menjijikkan itu. Tapi makhluk itu terus berjalan hingga jaraknya hanya sejengkal dari Wulan. Baunya anyir, air liur yang menetes ke air sungai, memercik ke wajah Wulan.

Makhluk itu terus berjalan, sampai dia berlalu di kelokan sungai, dan menghilang.

Tepat tengah malam menurut perkiraan Wulan, dia mencium aroma wangi, yang disertai tiupan angin lembut tapi dingin, disusul dengan munculnya asap putih kehijauan tepat di hadapannya. Asap itu seperti muncul dari sungai, dibarengi dengan gelembung-gelembung udara dari dasar sungai.

Di bawah cahaya bulan, samar-samar asap hijau itu berubah, menjadi sosok wanita berkebaya hijau. Sorot matanya tajam namun teduh. Selendang berwarna keemasan melilit perut wanita cantik itu.

Bibirnya tipis berwarna merah natural, alisnya rapi dan hampir saling bertautan antara kiri dan kanan. Hidungnya yang mancung nampak serasi dengan rambutnya yang panjang terurai.

Satu hal yang membuat Wulan semakin iri pada wanita ayu tersebut. Buah dadanya, yang meskipun tidak terlalu besar, tapi tampak padat di balik kebaya hijau itu.

Jemari lentik perempuan ayu itu, mengusap kepala Wulan, sambil menanyakan tujuan kedatangannya berendam di tempat itu.

Wulan belum bisa berkata-kata. Perasaannya campur aduk, antara takut dan senang.

"Nduk, cah ayu, apa sebenarnya tujuanmu mencari aku di sini?. Aku Nyi Selasih, penjaga tempuran ini. Orang biasa memanggilku Nyi Selasih Tempuran," perempuan cantik itu mengulang pertanyaannya sambil memperkenalkan diri.

Wulan mengatur nafas untuk menenangkan diri. Kemudian dia menjelaskan keinginannya. Dia menceritakan semua keluhannya, hingga petunjuk Pak Kromo untuk melaksanakan ritual berendam.

"Kamu sudah tahu syaratnya jika ingin terus awet muda dan mendapatkan semua pria yang kau inginkan? Pria yang kau pelet akan jadi tumbalnya. Jadi, jangan gunakan untuk orang yang kau cintai," Nyi Selasih menjelaskan.

Nyi Selasih kemudian menjelaskan, Wulan sudah boleh menyelesaikan ritualnya setelah dirinya masuk ke dalam raga Wulan.

Lalu, Nyi Selasih memejamkan matanya, sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Sekejap dia kembali berubah menjadi asap, dan masuk ke dalam tubuh Wulan.

Wulan merasa ada yang berubah pada dirinya, saat Nyi Selasih memasukinya. Tubuh Wulan terasa sangat ringan. Pandangannya pun menjadi lebih terang.

Merasa bahwa ritualnya telah usai, Wulan bergegas meninggalkan sungai. Kemudian mengeringkan tubuh, dan pulang.

Setibanya di rumah, Wulan membilas dirinya dengan air bersih, lalu tidur.

Saat terbangun pagi harinya, hal pertama yang dilakukan oleh Wulan, adalah membuka medsos, untuk mencari foto Doni. Itu bukan hal yang sulit untuk Wulan.

Dia membuka profil Doni. Dengan telaten dia membuka satu per satu foto pada galeri Doni. Dia menemukan foto Doni bersama Raka.

Segera Wulan mengunduh foto itu, dan menyimpannya pada galeri ponsel. Lalu dia menghubungkan ponselnya dengan printer. Kemudian dia mencetak foto itu, dan melakukan ritual yang dijelaskan oleh Pak Kromo.

Wulan penasaran dengan hasil ritual itu. Dia tidak sabar melihat hasilnya. Beberapa menit kemudian, setelah membereskan uba rampe ritual, Wulan mengambil ponselnya, dan berniat untuk menghubungi Doni. Tapi ternyata, ada tiga panggilan tak terjawab dari Doni.

Bibir Wulan menyunggingkan senyum puas. Dia yakin peletnya berhasil. Sebentar lagi dendam dan sakit hatinya akan terbalaskan.

Ponselnya kembali berdering. Nama Doni muncul pada layar.

"Iya, gimana, Don? Ada yang bisa aku bantu?," tanya Wulan.

Doni meminta maaf atas kejadian di kafe, dan mengajaknya untuk kembali bertemu di lokasi yang sama. Tapi Wulan mengajukan syarat, yakni Doni harus mengajak Raka. Syarat itu disanggupi oleh Doni.

Saat bertemu di kafe, Wulan tahu, Doni jatuh cinta padanya. Begitu juga Raka. Wulan dapat melihatnya dari sikap dan tatapan keduanya.

Raka dan Doni bahkan terlihat cemburu antara satu sama lain. Keduanya seakan tidak mau kalah, berebut untuk bisa ngobrol dengan Wulan.

Jika Doni mengeluarkan candaan dan cerita lucu yang membuat Wulan tertawa, Raka tampak tidak senang. Dia akan berusaha mencari cerita lucu lain, agar Wulan bisa tertawa saat mendengarnya.

Dalam hati, Wulan sangat senang melihat keduanya bersaing. Dia berharap Raka dan Doni berkelahi di kafe itu, agar teman SMA-nya yang bekerja di situ, bisa melihat bahwa kedua cowok ganteng ini sedang memperebutkannya.

Ya, Raka dan Doni sedang memperebutkan Wulan, karena dalam pandangan keduanya, Wulan adalah sosok yang sangat cantik, dengan hidung mancung dan semua kelebihan yang dimiliki oleh Nyi Selasih.

Bersambung