Dede mencoba berendam dalam bak kamar mandi, tapi  itu tidak banyak mengurangi rasa panas dan melepuh pada seluruh tubuhnya.

Sementara, di rumahnya, Laksmi semakin mirip orang kesetanan. Dia merebus boneka kayu itu selama hampir lima belas menit. Itu membuat Dede semakin tersiksa.

Di dalam bak kamar mandi, dia berkelojotan. Kulitnya mulai mengelupas, daging di bawah kulit terlihat putih. Dede berteriak kesakitan, membuat seisi rumah panik.

Roland, adik Dede, berusaha membantu kakaknya, dengan menyiramkan air es ke tubuh kakaknya, tapi itu juga tak banyak membantu.

Akhirnya Roland menghubungi ambulans, untuk membawa kakaknya ke rumah sakit.

Cerita sebelumnya: Boneka Kayu Pembawa Petaka

Saat ambulans tiba, sekira 20 menit kemudian, sekujur tubuh Dede sudah terkelupas. Dede sudah tidak sadarkan diri. Sehingga harus dibopong menuju mobil ambulans.

Setibanya di ruang IGD rumah sakit, dokter langsung memeriksa Dede. Dokter mengira, Dede tersiram air panas pada sekujur tubuhnya. Tapi Roland dan anggota keluarga yang lain, menjelaskan bahwa Dede tidak tersiram air panas.

Wajah dokter itu terlihat tegang. Sambil memeriksa denyut nadi Dede, dia memanggil seorang perawat, dan membisikkan sesuatu.

Tubuh Dede dibawa menuju sudut sebelah kiri ruangan. Dokter kembali memeriksanya, sementara dua perawat memasang alat, yang entah apa namanya.

Baca juga: Satu Keluarga Jin Masuk dalam Tubuhku

Dokter memperhatikan layar monitor, sambil memeriksa denyut nadi Dede. Kemudian, dia melepas stetoskop dari telinganya. Lalu mencari keluarga dari Dede.

"Maaf, pasien ini sudah meninggal dunia sekira 20 menit yang lalu. Jujur, kami belum bisa mendiagnosa sakit yang dialami pasien. Tapi gejalanya seperti luka bakar," jelasnya pada Roland.

Roland menjelaskan pada dokter, bahwa Dede tiba-tiba merasa kesakitan pada perut dan beberapa bagian tubuh lain. Kemudian, dia mengaku merasa kepanasan, dan masuk ke dalam bak mandi.

Padahal, beberapa menit sebelumnya, Dede baik-baik saja. Mereka berdua sedang bermain Playstation saat tiba-tiba Dede merasa kesakitan.

Baca juga: Membunuh Hantu Bahureksa Ageng

Dokter menatap Roland dengan penuh selidik. Sepertinya dia tidak percaya dengan yang dikatakan Roland.

Di rumahnya, Laksmi tersenyum, meski nafasnya terengah-engah akibat emosi dan ritualnya dengan boneka kayu itu. Dia merasa menang. Satu dendamnya sudah terbalaskan. Tapi, masih ada beberapa orang lain, yang harus dibereskan.

Laksmi menunggu malam, berharap agar kekasihnya, Sulis, kembali datang. Laksmi ingin menceritakan, bahwa saran yang diberikan oleh Sulis, sudah dia laksanakan. Orang-orang yang  menuduhnya sebagai penyebab kematian Sulis, akan mati satu per satu.

Laksmi tidak tahu, bahwa yang hadir dalam mimpinya bukanlah arwah Sulis, melainkan sosok jin, yang menyerupai Sulis. Sosok jin itu, merupakan suruhan paranormal yang didatangi oleh Laksmi, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Ceramah di Pemakaman Desa

Paranormal itu, sengaja menyuruh jin tersebut mendatangi Laksmi dalam mimpi, karena dia tahu, Laksmi begitu mencintai Sulis, dan akan berbuat apa saja demi Sulis. Dia juga tahu, Laksmi akan melakukan semua yang disarankan oleh Sulis, meski hanya ditemui dalam mimpi.

Jin itulah yang memberi tahu Laksmi tentang boneka kayu milik si paranormal. Semua korban santet boneka kayu yang dilakukan oleh Laksmi, akan menjadi tumbal dari kepentingan si paranormal. Ilmunya akan bertambah kuat, saat boneka kayu itu memberikan tumbal.

Tapi, dia tidak mau melakukan ritual santet itu, karena boneka kayu itu, akan mengambil nyawa orang yang menggunakannya. Tidak ada cara untuk menghentikannya, kecuali terus mencari tumbal baru.

Itu berarti, suatu saat nanti, boneka kayu itu akan mengambil nyawa Laksmi, saat Laksmi tidak lagi melakukan ritual santetnya.

Baca juga: Demonstran Tumbal Pemuja Kekuasaan

Laksmi tidak tahu itu. Yang dia tahu hanya membalas dendam, karena dituding sebagai penyebab kematian Sulis.

Setelah Dede meninggal, Laksmi merasa lebih nyaman. Itu adalah pengaruh dari jin di dalam boneka kayu, yang merasa lebih nyaman setelah mendapatkan tumbal.

Sebetulnya Laksmi ingin melanjutkan ritualnya, dengan membunuh Baskoro, sahabat terdekat Sulis. Baskoro adalah salah satu orang yang paling getol menuduh Laksmi. Bukan hanya saat bertemu Laksmi saja, Baskoro bahkan menyampaikan tuduhannya itu, pada teman-teman Laksmi.

Laksmi tahu, Baskoro merasa sangat terpukul dengan kematian Sulis. Tapi, tuduhannya terhadap Laksmi, sangat menyakitkan. Tak jarang Baskoro sengaja mengirimkan pesan melalui aplikasi perpesanan instan.

Baca juga: Lampor dan Empat Kerdilnya Hampir Membunuh Kholil

Malam itu, sebenarnya Laksmi berniat untuk menghabisi Baskoro, dengan menggunakan boneka kayunya. Tapi, Laksmi tidak langsung melaksanakan ritual, karena dia tidak tahu nama lengkap Baskoro.

Butuh waktu sekira satu jam untuk mendapatkan nama lengkap Baskoro. Itu pun Laksmi tidak terlalu yakin. Sehingga dia harus mencoba mencari tahu dari beberapa rekan Sulis yang lain.

"Namanya bener Baskoro Aditya, kan?," ucap Laksmi melalui ponsel, mencoba untuk memastikan.

Sekira pukul 23.15, Laksmi memulai kembali ritualnya. Pedupaan mulai disiapkan. Boneka kayu juga sudah dibungkus dengan kain merah. Beberapa uba rampe atau persyaratan lain, sudah siap digunakan.

Baca juga: Tumbal untuk Sepasang Anjing Pesugihan

Laksmi menusuk ujung jarinya hingga berdarah, kemudian meneteskannya pada bagian kepala boneka. Asap putih mengepul dari tempat yang ditetesi darah.

Dia lalu menidurkan boneka itu di atas kain putih, dan menaburkan tanah hitam yang diambilnya dari pekuburan. Kemudian, dia merapalkan mantra, sambil memegang boneka kayu dengan tangan kirinya. Sementara, jemari tangan kanannya, menusukkan jarum pada perut boneka.

Laksmi bukan hanya menusukkan jarum pada bagian perut, tetapi juga mata dan leher boneka. Dia pun menggoreskan jarum pada wajah dan dada boneka itu.

Tak puas menyiksa boneka itu dengan jarum, Laksmi mencekiknya dengan seutas tali berwarna merah.

Di rumahnya, Baskoro tiba-tiba merasa sakit pada sekujur tubuhnya. Wajahnya tergores merah, seperti terkena sesuatu yang tajam. Begitu pula perut dan dada serta lehernya.

Baca juga: Istri Saya Seorang Parakang I

Nafas Baskoro tersengal-sengal, seperti ada sesuatu yang mencekik lehernya. Dia berusaha meminta tolong, tetapi suaranya tak bisa keluar.

Baskoro mencoba untuk merangkak dan meraih gagang pintu kamarnya, tapi cekikan itu begitu kuat. Membuatnya tidak sanggup untuk bergerak.

Saat Laksmi menggantung leher boneka itu dengan jemarinya, hal yang sama dirasakan oleh Baskoro. Dia merasa lehernya dijerat dan digantung pada sesuatu. Hingga akhirnya, Baskoro mati lemas, seperti orang dicekik.

Selama tiga hari berturut-turut, Laksmi melaksanakan ritual santetnya, untuk membunuh semua orang yang menyakiti hatinya. Dendamnya lunas sudah.

Baca juga: Pulang Nak, Ada Nenek Pakande

Kini, dia merasa tak membutuhkan boneka kayu itu, dan membuangnya di sungai, di dekat tempat dia menemukan boneka kayu itu pada pekan lalu.

Laksmi tidak sadar, bahwa dengan membuang boneka itu, dan menghentikan ritualnya, nyawanya terancam. Jin dalam boneka itu akan menagih tumbal. Jika dia tidak mendapatkannya, dia akan membunuh orang yang telah menggunakan tubuhnya untuk membunuh.

Malam itu Laksmi berusaha untuk tidur di kamarnya. Tubuhnya terasa lelah setelah beberapa hari kurang istirahat. Tapi, tiba-tiba Laksmi mendengar suara pintu kamarnya terbuka.

Dia membuka matanya, untuk melihat siapa yang datang. Laksmi sangat yakin, dia sudah mengunci pintu kamarnya. Keyakinannya terbukti. Pintu kamar memang masih tertutup dan terkunci.

Baca juga: Menjalin Asmara dengan Makhluk Halus

Laksmi kembali memejamkan matanya. Namun, tiba-tiba lampu kamarnya padam, dan televisi di atas meja, menyala sendiri. Laksmi kemudian mengambil remote, untuk mematikan televisi.

Bersamaan dengan matinya televisi, lampu kamarnya kembali menyala, dan Laksmi melihat sesosok nenek-nenek berdiri menatapnya. Rambutnya putih awut-awutan, dengan tongkat berkepala ular, berwarna hitam.

Laksmi terkejut. Dia mencoba berteriak. Tapi nenek itu melemparkan semacam gumpalan kain, yang tepat masuk ke mulut Laksmi, sehingga dia tidak bisa berteriak.

Nenek itu melepaskan selendang yang melilit pinggangnya, kemudian melemparkannya pada Laksmi. Selendang itu seperti ular sanca, melilitnya. Semakin Laksmi meronta, lilitannya semakin kuat.

"Kamu terlalu lancang, menggunakan boneka kayu itu tanpa izinku, kemudian membuangnya begitu saja. Malam ini kamu akan merasakan buah dari kelancanganmu. Kamu harus mati," nenek itu menjelaskan, kemudian tertawa dengan suara yang mengerikan.

Laksmi tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya bisa meronta sambil menangis. Wajah Dede, Baskoro, dan yang lainnya, terbayang. Mereka tertawa senang, melihat kondisi Laksmi.

Ritual Pesugihan Ngalap Berkah di Gunung Kemukus: Rela Bercinta demi Hidup Kaya

Selendang itu semakin kuat melilit, mulai dari dada hingga ke leher. Membuat nafasnya semakin sesak. Matanya terpejam, tapi suara tawa korban-korbannya seperti terus terngiang di telinga, mengiringi nyawanya yang perlahan meninggalkan raga, menyusul Sulis dan korban santetnya.